Senin, 22 Desember 2008

Menghitung Pendapatan Anggota DPR

Rencana pemberian tunjangan operasional bagi anggota DPR Rp 10 juta per bulan menuai hujan kritik dan kecaman. Banyak pihak menilai, rencana pemberian tunjangan tersebut tidak peka terhadap kondisi masyarakat dan melukai hati rakyat yang sedang menderita akibat melambungnya harga-harga pascakenaikan bahan bakar minyak (BBM).
Apalagi, jumlahnya 100 kali lipat dari dana kompensasi BBM yang diberikan kepada rakyat miskin. Menurut sebagian anggota Dewan, kenaikan tunjangan tersebut diperlukan untuk peningkatan kinerja anggota Dewan, terutama dalam menyerap aspirasi konstituennya.
"Bisa saja dana tersebut disalurkan ke masyarakat miskin di wilayah konstituen masing-masing anggota Dewan," kata Agus Purnomo dari Fraksi PKS. Kenaikan tunjangan ini memang tidak akan mengubah jumlah gaji pokok. Gaji pokok yang diterima oleh anggota Dewan tersebut tetap, yaitu berkisar antara Rp 4 juta dan Rp 5 juta per bulan. Akan tetapi dengan kenaikan tunjangan 10 juta tersebut, total jumlah uang yang akan diterima oleh para anggota Dewan tersebut setiap bulannya akan mencapai kisaran Rp 34 juta sampai dengan Rp 65 juta.
Alasan yang sering dikemukakan oleh para anggota Dewan adalah untuk meningkatkan kewibawaan para anggota di depan jajaran eksekutif. Sebagaimana diketahui, tugas utamanya adalah mengawasi pemerintah, tetapi pada kenyataannya DPR sangat tergantung pada pemerintah, terutama dalam hal keuangan. Tugas mereka adalah menyusun dan menentukan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), tetapi dalam menyusun anggaran , Dewan tidak memiliki kewenangan menentukan besarannya. "Kami sangat tergantung pada Sekjen, dan Sekjen itu tidak bertanggung jawab terhadap DPR, tapi terhadap Sekretariat Negara," demikian yang disampaikan oleh Alvin Lie, anggota Dewan dari PAN.
Alasan lainnya, sebagai suatu upaya untuk memperkecil kemungkinan lubang korupsi yang dapat dilakukan oleh anggota Dewan. "Daripada anggota DPR mengambil komisi kiri-kanan, lebih baik didapat dari tunjangan ini," ujar Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR (BURT) Dewi Jakse.
Tidak Adil
Dengan alasan apa pun, kenaikan tunjangan operasional yang besarnya 100 kali lipat dari dana SLT yang diterima oleh keluarga miskin, tentu sangat mengusik rasa keadilan dari masyarakat umum. Apalagi tanpa adanya kenaikan tunjangan operasional tersebut jumlah gaji take home pay para anggota badan legislatif sudah sangat besar untuk ukuran negara kita.
Setiap bulan anggota Dewan mendapatkan gaji pokok Rp 4 juta sampai dengan Rp 5 juta. Ini sama besar dengan yang diterima oleh lembaga tinggi lainnya, seperti anggota MPR, BPK, dan MA. Di samping gaji pokok yang kecil tersebut, seluruh anggota lembaga tinggi negara tersebut juga mendapatkan dana subsidi yang jumlahnya sama, yaitu Rp 9,7 juta.
Khusus untuk anggota DPR, tunjangan yang diperoleh lebih terperinci lagi, yaitu meliputi tunjangan khusus Rp 3 juta, tunjangan istri Rp 420.000, tunjangan anak Rp 168.000, tunjangan beras Rp 95.000, uang paket Rp 750.000.
Selain gaji dan tunjangan yang tertulis di slip gaji tersebut, para anggota Dewan tersebut juga masih mendapatkan tunjangan dan juga fasilitas yang lain. Fasilitas perumahan ditambah dengan tunjangan listrik, PAM, telepon yang jumlahnya Rp 2 juta per bulan. Jumlah tersebut belum termasuk untuk tunjangan renovasi rumah Rp 20 juta per tahun.
Untuk permasalahan mobilitas, para anggota Dewan juga mendapatkan tunjangan transportasi Rp 70 juta per tahun. Selain itu, masih ada tunjangan komunikasi intensif Rp 3 juta per bulan atau sekitar Rp 36 juta per tahun. Jumlah tersebut masih ditambah dengan tunjangan yang lain, yaitu dengan alasan untuk meningkatkan kinerja anggota Dewan, setiap bulan anggota DPR juga mendapat anggaran Rp 2 juta untuk staf pribadi (sekretaris).
Dari uraian tersebut, dapat kita ketahui berapa besar gaji yang diterima oleh anggota Dewan per bulan. "Gaji yang mereka terima setiap bulan sekitar Rp 29 juta. Tapi kalau penghasilan bisa jauh lebih besar, karena masih ada pemasukan lain," ungkap Kepala Divisi Kajian Korupsi Politik Indonessia Corruption Watch (ICW) Fahmi Badoh.
Pemasukan tambahan tersebut, antara lain, saat anggota Dewan melakukan tugas sebagai wakil rakyat, akan mendapat tunjangan lagi.
Saat hadir dalam persidangan, setiap anggota Dewan mendapat tunjangan Rp 150.000. Jika mereka menjadi anggota pansus, maka akan mendapat tunjangan Rp 750.000. Jumlah itu hanyalah yang disediakan oleh Sekjen DPR, belum dari departemen pemerintah yang menjadi partner sidang mereka. Jika masa reses dan anggota DPR harus kembali ke daerahnya, ada tunjangan reses selama 5-8 hari Rp 150.000 per hari plus tiket pesawat pulang-pergi.
Meski reses pulang ke kampung tempat daerah pemilihan, ada jatah uang hotel dengan platform Rp 1,2 juta. Selain mendapatkan berbagai gaji, fasilitas, dan tunjangan yang wah, masih ada tunjangan keluarga, tunjangan kehormatan, tunjangan kunjungan kerja komisi, tunjangan kesehatan, dan tunjangan inventaris yang besarnya bervariasi.
Dengan jumlah pendapatan yang sedemikian besar tersebut, kiranya tidak perlu lagi para anggota Dewan yang terhormat masih mengusulkan kenaikan tunjangan operasional mereka.
Tetapi segala kritik yang disampaikan oleh masyarakat tersebut hanya dianggap sepi oleh para wakil rakyat. Buktinya, anggaran itu diam-diam telah disetujui dalam perubahan pembahasan kedua Aggaran Pendapatan Belanja Negara bersamaan dengan pengurangan subsidi BBM September yang lalu, yang baru diketahui oleh pers pada tanggal 20 Oktober.
Akan tetapi, menurut rencana, subsidi tersebut baru dikucurkan pada bulan November mendatang.

Sumbernya ada di:www.suaramerdeka.com
Tapi sayangnya ini koran lama, terbitan Selasa, 25 Oktober 2005.Hi hi hi. Yeee, kok enggak aptudeit sih beritanya? Tapi gak apa-apa deh, mungkin gaji mereka berkisar antara segituan. Bisa nambah, bisa pula kurang. Syukur kalau gajinya dikurangi. Berarti duit rakyat bisa dialokasikan ke hal yang lebih bermanfaat buat rakyat.
Wassalam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Suka atau Tidak Suka, Kasih Komentar yaaa...