Minggu, 20 Desember 2009

My Confession on Facebook

Assalamualaikum Wr Wb
Alhamdulillah, terima kasih atas support dan perhatian kawan2 terhadap saya.
Nampaknya,sekata seucap dalam status Facebook sangat mempengaruhi judgement atau prasangka dari kawan2 Facebookers.
Tehadap status saya di Facebbok, terlebih dahulu saya berterima kasih atas perhatian kawan-kawan yang mengalir begitu derasnya sebagai tanda kepedulian dan kasih sayang yang besar terhadap saya. Namun seiring dengan itu, dengan besar hati dan penuh kerendahan saya meminta maaf jika kawan2 menjadi repot dan berat memikirkan status FB saya. Astaghfirullah...
Dari status itu inbox saya jadi penuh dengan pesan yang sangat mengharukan, berisi perhatian dan support agar saya mampu melewati ujian tersebut. Disatu sisi mereka berusaha tidak menebak2 (berprasangka baik) apa yang melatarbelakangi saya menulis status itu. Disisi lain saya berdosa karena sudah membuat kawan2 menjadi melebarkan dugaannya kalau ada apa-apa terhadap kehidupan pribadi antara saya dan suami.Ada yang memberi komentar:”yang jelas, cerai itu dibenci Allah”, ada yang berkomentar:”suami mau menyusul Aa Gym ya?”Jujur, itu membuat saya tercengang karena status FB. Mereka tidak bersalah. YANG BERSALAH ADALAH SAYA MEMBUAT STATUS FACEBOOK YANG MENGGANTUNG. DITAMBAH LAGI KONDISI SAYA YANG TENGAH SAKIT PLUS KEGIATAN SEABREK YANG MEMBUAT SAYA SULIT MENYENTUH FACEBOOK UNTUK MENG-UPDATE ATAU SETIDAKNYA MEMBUAT KLARIFIKASI agar tidak makin runyam prasangka teman2.
Keadaan sebenarnya adalah memang saya sedang berada dalam kesedihan yang mendalam. Saya mempunyai banyak piala cinta yang ditaruh di dalam hati yang diperuntukkan untuk suami, keluarga tercinta dan kaum muslimin lainnya. Namun ada piala khusus yang saat ini saya merasa berat untuk menjadi milik orang lain. Piala untuk perempuan yang tak akan hilang cintanya di dalam darah hati ini. Yang tak akan terhapus jejaknya yang karena air susu beliaulah, Allah menguasakan saya menjadi seorang wanita berusia 30 tahun yang sempurna tanpa cacat.
Beliau adalah almarhumah mama yang wafat pada 4 Februari 2009. Jika karena bukan keimanan terhadap taqdir Allah, rasanya saya ingin Allah mengembalikan beliau ke dunia ini lagi. Jika bukan karena iman dengan taqdir Allah, maka saya rasanya ingin meminta agar kanker payudara tidak bersarang di tubuh suci beliau. Seorang wanita sholihah yang selalu menutup aurat diri dan keluarganya. Perempuan yang keras kemauan namun pandai bersyukur, mahir mengatur keuangan keluarga namun rajin bersedekah dan mudah menangis jika ada yang membuat beliau trenyuh.
Bagaimana mungkin piala cinta nomor satu itu saya berikan kepada perempuan lain? Seorang perempuan yang membuat seluruh keluarga bahkan anak2 bapak geleng-geleng kepala, menyuruh bapak untuk berpikir ulang terhadap pilihan beliau tsb? Saat ini, kami selaku anak2 sedang berusaha memahami keinginan bapak, meski butuh waktu yang tidak sebentar.
Kami sangat paham jika kondisi bapak masih memiliki banyak kegiatan sehingga beliau memerlukan pendamping lagi. Kami semua ingin bapak bahagia. Kami ingin bapak ada yang merawat. Meski kami sayang dengan bapak, tapi tak mungkin kami 24 jam berada disamping beliau karena kami juga memiliki kewajiban mencari nafkah, serta memenuhi hak keluarga masing. Jadi walaupun berat hati, kami mengizinkan bapak menikah lagi.
JADI KAWAN2.... MASALAH YANG SEBENARNYA ADALAH KEINGINAN BAPAK UNTUK MELANJUTKAN RUMAH TANGGA DENGAN PEREMPUAN PILIHAN YANG KELAK AKAN KAMI PANGGIL DENGAN SEBUTAN "IBU"
Mungkin teman-teman akan tertawa melihat kekhawatiran saya. Teringat masa dulu sewaktu kawan akrab kehilangan sang ibu. Begitu bapaknya akan menikah lagi, kawan saya betul2 menentang keinginan sang bapak. Mengancam untuk berhenti sekolah, mogok makan, mogok bicara, bahkan minggat dari rumah. Saya memberi masukan kepada teman tersebut agar mengizinkan bapaknya menikah lagi. Saya meyakinkan kawan tersebut bahwa semuanya akan baik2 saja dan gampang diatur. Saat itu saya betul2 tidak memahami bagaimana perasaan dirinya mendengar akan ada pengganti dari almarhumah ibunya.
Sekarang sayapun merasakan hal yang sama. Gundah gulana, sedih dan menyesalkan keputusan bapak untuk menikah secepat itu. Tidak semudah seperti yang dinasehatkan kawan2 kepada saya. Tidak se-enteng seperti membawa selembar kertas , karena ini adalah persoalan bagaimana mengangkat beban hati mengikhlaskan hadirnya ibu baru. Meski bibir ini menyatakan gembira dan setuju dengan pernikahan bapak, namun hati ini tetap butuh proses untuk bisa menerimanya.
Insya Allah dengan bantuan kawan2, saya berusaha untuk bisa mengambil hikmah dari segala taqdir yang sudah Allah gariskan tersebut. Jadi kawan2…saya minta maaf yang sebesar2nya karena sudah membuat kawan2 berprasangka dalam kepada rumah tangga saya. Beberapa hari ini, saat saya sakit Alhamdulillah suami selalu berada disamping. Membelikan makanan yang saya sukai, memasak apa yang beliau bisa. Mencuci dan menyetrika baju kami, berikut membereskan piring2 dan dapur. Disamping itu, setiap malam mengajak saya shopping untuk sekedar melupakan sakit radang tenggorokan yang saya derita. Jadi tidak benar jika tidak ada keharmonisan lagi di dalam rumah tangga ini.
Sekali lagi, saya meminta maaf jika status saya membuat kawan2 berfikiran macam2 terhadap kami. Kepada Allah kami mohon ampun...

Selasa, 15 Desember 2009

Saat Usaha Tidak Membuahkan Hasil

Seperti mencuci sebuah pakaian kotor. Sehebat apa pun Anda mencuci. Dengan deterjen merk apa pun. Pakaian kotor tidak akan pernah bersih jika menggunakan air yang kotor. Jadi bukan bagaimana cara mencuci dan deterjennya apa, tetapi masalahnya ada di air yang digunakan.

Lalu bagaimana hubungannya dengan masalah diatas? Sama saja, jika usaha-usaha kita seolah tidak membuahkan hasil, ada sesuatu yang salah pada diri kita. Hal itu adalah pola pikir kita. Semua tindakan, pemikiran, dan perasaan kita akan tergantung dari pikiran bawah sadar kita. Pikiran bawah sadar ini memiliki pola (cetakan) sehingga apa pun yang dihasilkan akan sesuai dengan cetakan tersebut.

Cetakan ini dibentuk sejak kita kecil oleh lingkungan sekitar kita. Kabar baiknya, pola pikir kita bisa diubah. Pola gagal pun bisa kita ubah menjadi pola sukses, asal tahu caranya. Masalah pola pikir Anda yang Anda miliki saat ini adalah masalah percaya diri. Ada sebuah perasaan bahwa Anda tidak akan mampu. Penyebabnya adalah kegagalan-kegagalan Anda dimasa lalu.

Adalah fakta bahwa Anda memang pernah gagal. Semua orang juga pernah gagal, termasuk saya, bahkan para Nabi sekalipun pernah gagal.

Namun kata siapa Anda tidak akan pernah bisa berhasil? Itu hanya opini Anda saja. Hanya anggapan Anda saja. Masalahnya, meskipun itu hanya opini tetapi bisa membawa hasil nyata. Jika Anda berpikir Anda tidak mampu, maka Anda tidak akan mampu. Sebaliknya, jika Anda berpikir mampu, insya Allah Anda akan mampu.

Sekarang, langkah pertama untuk memperbaiki semuanya ialah dengan mengubah anggapan bahwa Anda sebenarnya mampu. Anggapan sebaliknya adalah anggapan yang keliru. Tidak apa-apa itu masa lalu. Maafkan diri Anda atas kekeliruan ini. Semua orang pernah mengalami kekeliruan seperti Anda. Jadi maafkanlah diri Anda.

Jika Anda bisa mengingat kegagalan Anda. Berarti, Anda juga bisa mengingat keberhasilan Anda. Anda pernah mengalami keberhasilan bukan? Semua orang pernah. Apa pun itu, pasti pernah. Coba ingat lagi, ada bukan? Artinya apa? Artinya adalah, Anda pun bisa berhasil. Kegagalan diantara keberhasilan itu wajar. Ambil hikmah, coba lagi. Semakin lama akan semakin mahir.

OK, saya kira sampai disini sudah cukup untuk membuka pikiran dan harapan bahwa kehidupan yang lebih baik bisa Anda raih. Tentu tidak cukup sampai disini. Artikel ini baru langkah awal untuk membuka pikiran dan harapan Anda. Anda masih perlu belajar lebih lanjut. Mulailah dengan meraih keberhasilan kecil dulu. Coba sampai berhasil. Setelah itu, naikkan tingkat keberhasilan Anda, dan seterusnya.

Tunggu tanggal mainnya, Anda, insya Allah, akan menjadi orang hebat.

Sabtu, 12 Desember 2009

Umur yang Mencair Seperti Es

Cepat sekali waktu berlalu. Mengalir tak pernah berhenti. Jam demi jam, menit demi menit, detik demi detik, bergerak. Waktu tak dapat ditunda, tak dapat ditahan dan tak mungkin ada yang mampu mengulang. Itu artinya, usia kita pun berkurang. Kita... semakin dekat ke liang lahat. Saudaraku, entah, apakah pertambahan dan perguliran waktu itu, berarti mendekatkan diri kita pada kenikmatan surga. Atau mendekatkan kita pada kesengseraan neraka. Nauzubillah....

Rasul saw. Menyifatkan cepatnya perjalanan waktu kehidupan seperti perjalanan seorang musafir yang hanya sejenak berhenti di bawah pohon di tengah perjalanan yang amat panjang. Para ulama juga banyak menguraikan ilustrasi tentang hidup yang amat singkat ini. "Umurmu akan mencair seperti mencairnya es, " kata Imam Ibnul Jauzi. (Luthfu fil Wa'z, 31)

Saudaraku, sahabatku,
Semoga Allah memberkahi sisa usia kita, Permasalah terbesar setiap orang adalah ketika kecepatan umur dan waktu hidupnya tidak seiring dengan kecepatannya untuk menyelamatkan diri dari penderitaan abadi di akhirat. Ketika, usia yang sangat terbatas itu tidak berfungsi sebagai pelindung diri dari beratnya adzab dan siksa Allah swt. Di saat, banyaknya hembusan dan tarikan nafasnya tak sebanding dengan upaya dan jihadnya untuk terhindar dari lubang kemurkaan Allah. Ketika, jumlah detak jantung dan aliran darah yang di pompa di dalam tubuhnya, tak sebanyak gerak dan tingkahnya untuk menjauhi berbagai kemaksiatan yang dapat memunculkan kesengsaraan akhirat.

Saudaraku,
Sesungguhnya jiwa kita adalah milik Allah dan kepada-Nya lah jiwa ini akan kembali....
Suasana hati seperti inilah yang perlu kita tumbuhkan. Adakah di antara kita yang tidak mempunyai dosa? Atau merasa mampu menebus kotoran dan dosa yang telah dilakukan selama puluhan tahun usia yang telah lewat? Tentu tidak. Perasaan kurang, merasa banyak melakukan kemaksiatan, lalu menimbulkan penyesalan adalah bagian dari pintu-pintu rahmat Allah yang akan mengantarkan kita pada taubat. Suasana hati seperti inilah yang akan mendorogng pemilikinya bertekad mengisi hari dengan amal yang lebih untuk menebus kesalahan yang lalu.

Saurdaraku, mari menangguk pahala, meraih rahmat dan ampunan Allah sebanyak-banyaknya sekarang juga. Perbanyaklah dzikir, bersedekah, berjihad dan beramal shalih.....Tak ada kata terlambat untuk melakukan kebaikan. Sekarang dan jangan tunda-tunda lagi niat baik kita.... Semoga Allah meneguhkan kekuatan kita untuk melakukan kebaikan yang kita niatkan...
Amiiin.
(kang Dudung)

Kamis, 05 November 2009

Hati Yang Terindah

Pada suatu hari, seorang pemuda berdiri di tengah kota dan menyatakan bahwa dialah pemilik hati yang terindah yang ada di kota itu. Banyak orang kemudian berkumpul dan mereka semua mengagumi hati pemuda itu, karena memang benar-benar sempurna. Tidak ada satu cacat atau goresan sedikitpun di hati pemuda itu. Pemuda itu sangat bangga dan mulai menyombongkan hatinya yang indah.

Tiba-tiba, sebuah suara dari langit pun terbentang ” Mengapa hatimu masih belum seindah hati pak Tua itu ?”. Kerumunan orang-orang dan pemuda itu pun menjadi kaget dan lekas-lekas pergi melihat pak tua yang tidak jauh dari sana. Hati pak tua itu berdegup dengan kuatnya, namun penuh dengan bekas luka, dimana ada bekas potongan hati yang diambil dan ada potongan yang lain ditempatkan di situ; namun tidak benar-benar pas dan ada sisi-sisi potongan yang tidak rata. Bahkan, ada bagian-bagian yang berlubang karena dicungkil dan tidak ditutup kembali. Pemuda itu tercengang dan berpikir, bagaimana mungkin hati pak tua itu bisa lebih indah ?

Pemuda itu melihat kepada pak tua itu, memperhatikan hati yang dimilikinya dan tertawa ” Anda pasti bercanda, pak
tua”, katanya, “bandingkan hatimu dengan hatiku, hatiku sangatlah sempurna sedangkan hatimu tak lebih dari kumpulan bekas luka dan cabikan”. ” Ya”, kata pak tua itu, ” hatimu kelihatan sangat sempurna meski demikian aku tak akan menukar hatiku dengan hatimu. Lihatlah, setiap bekas luka ini adalah tanda dari orang-orang yang kepadanya kuberikan kasihku, aku menyobek sebagian dari hatiku untuk kuberikan kepada mereka, dan seringkali mereka juga memberikan sesobek hati mereka untuk menutup kembali sobekan yang kuberikan. Namun karena setiap sobekan itu tidaklah sama, ada bagian-bagian yang kasar, yang sangat aku hargai, karena itu mengingatkanku akan cinta kasih yang telah bersama-sama kami bagikan.

Adakalanya, aku memberikan potongan hatiku begitu saja dan orang yang kuberi itu tidak membalas dengan memberikan potongan hatinya. itulah yang meninggalkan lubang-lubang sobekan - - memberikan cinta kasih adalah suatu kesempatan. Meskipun bekas cabikan itu menyakitkan, mereka tetap terbuka, hal itu mengingatkanku akan cinta kasihku pada orang-orang itu, aku berharap, suatu ketika nanti mereka akan kembali dan mengisi lubang-lubang itu. Sekarang, tahukah engkau keindahan hati yang sesungguhnya itu ?”

Pemuda itu berdiri membisu dan airmata mulai mengalir di pipinya. Dia berjalan ke arah pak tua itu, menggapai hatinya yang begitu muda dan indah, and merobeknya sepotong. Pemuda itu memberikan robekan hatinya kepada pak tua dengan tangan-tangan yang gemetar. Pak tua itu menerima pemberian itu, menaruhnya di hatinya dan kemudian mengambil sesobek dari hatinya yang sudah amat tua dan penuh luka, kemudian menempatkannya untuk menutup luka di hati pemuda itu. Sobekan itu pas, tetapi tidak sempurna, karena ada sisi-sisi yang tidak sama rata. Pemuda itu melihat
ke dalam hatinya, yang tidak lagi sempurna tetapi kini lebih indah dari sebelumnya, karena cinta kasih dari pak tua itu telah mengalir kedalamnya. Mereka berdua kemudian berpelukan dan berjalan beriringan.

(dari sebuah sumber)

Minggu, 01 November 2009

SELALU ADA DEBU DOSA

By Muhammad Nuh
Dosa tak ubahnya seperti tiupan angin di tanah berdebu. Wajah terasa sejuk sesaat, tapi butiran nodanya mulai melekat. Tanpa terasa, tapi begitu berbekas. Kalau saja tak ada cermin, orang tak pernah mengira kalau ia sudah berubah.
Perjalanan hidup memang penuh debu. Sedikit, tapi terus dan pasti; butiran-butiran debu dosa kian bertumpuk dalam diri. Masalahnya, seberapa peka hati menangkap itu. Karena boleh jadi, mata kepekaan pun telah tersumbat dalam gundukan butiran debu dosa yang mulai menggunung.
Seorang mukmin saleh mungkin tak akan terpikir akan melakukan dosa besar. Karena hatinya sudah tercelup dengan warna Islam yang teramat pekat. Jangankan terpikir, mendengar sebutan salah satu dosa besar saja, tubuhnya langsung merinding. Dan lidah pun berucap, “Na’udzubillah min dzalik!”
Namun, tidak begitu dengan dosa-dosa kecil. Karena sedemikian kecilnya, dosa seperti itu menjadi tidak terasa. Terlebih ketika lingkungan yang redup dengan cahaya Ilahi ikut memberikan andil. Dosa menjadi biasa.
Rasulullah saw. bersabda, “Jauhilah dosa-dosa kecil, karena jika ia terkumpul pada diri seseorang, lambat laun akan menjadi biasa.”
Dalam beberapa kesempatan, Rasulullah saw. mewanti para sahabat agar berhati-hati dengan sebuah kebiasaan. Karena boleh jadi, sesuatu yang dianggap ringan, punya dampak besar buat pembentukan hati.
Dari Anas Ibnu Malik berkata, “Rasulullah saw. menyampaikan sesuatu di hadapan para sahabatnya. Beliau saw. berkata: ‘Telah diperlihatkan kepadaku surga dan neraka, maka aku belum pernah melihat kebaikan dan keburukan seperti pada hari ini. Jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.’ Anas berkata, “Tidak pernah datang kepada sahabat Rasulullah suatu hari yang lebih berat kecuali hari itu.” Berkata lagi Anas, “Para sahabat Rasulullah menundukkan kepala-kepala mereka dan terdengar suara tangisan mereka.” (Bukhari & Muslim)
Sekecil apa pun dosa, terlebih ketika menjadi biasa, punya dampak tersendiri dalam hati, pikiran, dan kemudian perilaku seseorang. Repotnya, ketika si pelaku tidak menyadari. Justru orang lain yang lebih dulu menangkap ketidaknormalan itu.
Di antara dampak dosa yang kadang remeh dan tidak terasa adalah sebagai berikut: pertama, melemahnya hati dan tekad. Kelemahan ini ketika tanpa sadar, seseorang tidak lagi bergairah menunaikan ibadah sunah. Semuanya tinggal yang wajib. Nilai-nilai tambah ibadah menjadi hilang begitu saja. Tiba-tiba, ia menjadi enggan beristighfar. Sementara, hasrat untuk melakukan kemaksiatan mulai menguat.
Kedua, seseorang akan terus melakukan perbuatan dosa dan maksiat, sehingga ia akan menganggap remeh dosa tersebut. Padahal, dosa yang dianggap remeh itu adalah besar di sisi Allah ta’ala.
Di antara bentuk itu adalah ucapan-ucapan dusta. Awalnya mungkin hanya sekadar canda agar orang lain bisa tertawa. Tapi, ucapan tanpa makna itu akhirnya menjadi biasa. Padahal di antara ciri seorang mukmin selalu menghindar dari perbuatan laghwi, tanpa makna. Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” (QS. 23: 1-3)
Seorang sahabat Rasul, Ibnu Mas’ud, pernah memberikan perbandingan antara seorang mukmin dan fajir. Terutama, tentang cara mereka menilai sebuah dosa. Beliau r.a. berkata, “Sesungguhnya seorang mukmin ketika melihat dosanya seakan-akan ia berada di pinggir gunung. Ia takut gunung itu akan menimpa dirinya. Dan seorang yang fajir tatkala melihat dosanya, seperti memandang seekor lalat yang hinggap di hidungnya, lalu membiarkannya terbang.” (HR. Bukhari)
Ketiga, dosa dan maksiat akan melenyapkan rasa malu. Padahal, malu merupakan tonggak kehidupan hati, pokok dari segala kebaikan. Jika rasa malu hilang, maka lenyaplah kebaikan. Nabi saw. bersabda, “Malu adalah kebaikan seluruhnya.” (HR. Bukhari Muslim)
Keempat, sulitnya menyerap ilmu keislaman. Ini karena dosa mengeruhkan cahaya hati. Padahal, ilmu keislaman merupakan pertemuan antara cahaya hidayah Allah swt. dengan kejernihan hati.
Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i pernah menuturkan pengalaman pribadinya. Ketika itu, ulama yang biasa disebut Imam Syafi’i ini merasakan adanya penurunan kemampuan menghafal. Ia pun mengadukan hal itu ke seorang gurunya yang bernama Waqi’. Penuturan itu ia tulis dalam bentuk untaian kalimat yang begitu puitis.
Aku mengadukan buruknya hafalanku kepada Waqi’
Beliau memintaku untuk membersihkan diri dari segala dosa dan maksiat
Beliau pun mengajarkanku bahwa ilmu itu cahaya
Dan cahaya Allah tidak akan pernah menembus pada hati yang pendosa

Ada satu dampak lagi yang cukup memprihatinkan. Seseorang yang hatinya berserakan debu dosa enggan bertemu sapa dengan sesama mukmin. Karena magnit cinta dengan sesama ikhwah mulai redup, melemah. Sementara, kecenderungan bergaul dengan lingkungan tanpa nilai justru menguat. Ada pemberontakan terselubung. Berontak untuk bebas nilai.
Perjalanan hidup memang bukan jalan lurus tanpa terpaan debu. Kian cepat kita berjalan, semakin keras butiran debu menerpa. Berhati-hatilah, karena sekecil apa pun debu, ia bisa mengurangi kemampuan melihat. Sehingga tidak lagi jelas, mana nikmat; mana maksiat.

Doa Orang Yang Menderita Kesedihan Mendalam

Tausiyah oleh Ust. Ihsan Tandjung

Kehidupan di dunia merupakan permainan dan senda gurau. Ada kalanya menang ada kalanya kalah. Susah dan senang silih berganti. Senangnya merupakan kesenangan yang menipu, sedihnya merupakan kesengsaraan sementara. Itulah dinamika kehidupan di alam fana. Sungguh berbeda dengan kehidupan sejati dan abadi di akhirat kelak nanti. Barangsiapa senang, maka ia akan selamanya senang (Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan ini). Barangsiapa menderita, maka ia akan menderita selamanya (wa na’udzu billahi min dzalika).

Orang beriman yang benar-benar memahami hakikat kehidupan di dunia tidak akan pernah membiarkan dirinya tenggelam dalam kesenangan sehingga membuat lupa diri. Demikian pula saat mengalami kesedihan, maka ia tidak membiarkan dirinya tenggelam dalam keputus-asaan.

Di antara ciri khas orang beriman ialah saat ia dirundung malang, maka ia segera kembali kepada Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Allah Subhaanahu wa ta’aala. Ia segera mengingatNya (dzikrullah) dan memanggil-Nya. Sebab ia tahu bahwa hanya dengan mengingat dan memanggil Allah sajalah hati akan memperoleh ketenteraman. Tidak ada tempat lain yang patut dijadikan muara pengaduan selain kepada Rabb, Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa kehidupan ini.
”Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS Ar-Ra’du ayat 28)

Setiap orang pasti pernah mengalami kondisi hidup yang mendatangkan kesedihan. Bahkan kadangkala bila ujian hidup terasa begitu berat ia menjadi penderitaan yang menimbulkan kesedihan sangat mendalam. Barangkali ada yang anaknya -buah hatinya- baru saja berpulang ke Rahmatullah. Atau barangkali seseorang baru saja bercerai dengan pasangan hidupnya. Atau barangkali baru dapat vonis dokter kalau dirinya mengidap penyakit berat. Atau barangkali anak pertamanya lahir dengan ketidak-sempurnaan fisik alias cacat permanen. Apapun keadaannya, yang jelas semua itu merupakan ujian Allah bagi orang beriman. Bila ia lulus menghadapinya, maka derajat imannya akan naik di sisi Allah.

Alhamdulillah kita punya Rasulullah Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam yang memberikan tuntunan bagaimana seharusnya kita selaku orang beriman berrespon terhadap keadaan sulit dalam hidup di dunia fana ini. Beliau mengajarkan sebuah do’a bagi siapapun yang menderita kesedihan mendalam.

Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Doa orang yang sedang menderita (kesedihan yang mendalam) ialah:

“Ya Allah, RahmatMu aku harapkan, janganlah Engkau serahkan segala urusanku kepada diriku sendiri walau sekejap mata, perbaikilah segala urusanku, tiada ilah yang berhak disembah selain Engkau.” (HR Abu Dawud)

Dari do’a ini sekurangnya ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik:

Pertama, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengarahkan orang yang menderita kesedihan mendalam agar hanya dan hanya mengharapkan rahmat (kasih-sayang) Allah. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengajarkan ummatnya agar senantiasa kembali kepada Allah sebelum segala sesuatunya. Sebab betapapun keadaan sulit yang dihadapi seseorang, namun jika dirinya masih dirahmati Allah berarti ia masih dikategorikan sebagai orang yang beruntung. Alangkah ruginya seseorang yang berhasil meraih berbagai kesuksesan duniawi namun dirinya jauh dari rahmat (kasih-sayang) Allah. Alangkah tertipunya orang yang berhasil mendapat simpati bahkan pujian manusia banyak namun Allah tidak mencurahkan rahmat-Nya kepada dirinya.

Kedua, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengajarkan kita untuk selalu bertawakkal hanya kepada Allah semata dalam semua urusan dan situasi kehidupan. Jangan hendaknya seseorang menyerahkan urusan dan persoalan hidupnya kepada dirinya sendiri atau kepada manusia lain. Sebab tidak ada manusia yang menguasai taqdir hidup dirinya sendiri apalagi orang lain. Allah sajalah Yang Maha Kuasa untuk mengubah hidup kita dari suatu keadaan kepada keadaan lainnya. Allah sajalah Yang Maha Kuasa untuk mengubah taqdir seseorang. Oleh karenanya kita disuruh berdo’a kepada Allah. Jika do’a kita diperkenankan oleh Allah, maka sangat mungkin taqdir kita berubah. Mohonlah kepada Allah agar segala urusan kita diperbaiki-Nya.

Ketiga, kita disuruh mengulang kembali ikrar Tauhid Laa ilaaha illa Allah. Sebab dengan kita mengulang kembali komitmen fundamental ini, maka Allah akan memandang kita sebagai seorang mu’min yang memahami sepenuhnya ucapan dalam sholat kita yang artinya:
”Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS Al-Fatihah ayat 4)

Saudaraku, marilah kita menghibur diri di kala sedih dengan jalan terbaik, yaitu mengikuti sunnah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Marilah kita biasakan membaca do’a yang Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ajarkan. Semoga dengan demikian Allah benar-benar akan mendatangkan ketenteraman bagi kita bersama. Selain itu, mudah-mudahan Allah akan memberi solusi terbaik saat kita menghadapi berbagai ujian kehidupan dunia yang fana ini.

Elok kiranya bila dalam rangka mengharapkan agar do’a kita lebih mungkin dikabulkan Allah, maka kita perbanyak membaca do’a pelipur lara ini ketika kita sedang dalam keadaan bersujud, khususnya ketika sujud terakhir dalam sholat-sholat sunnah kita. Sebab Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam bersabda, yang artinya:
“Sedekat-dekatnya hamba kepada Rabbnya ialah ketika ia sedang sujud, maka perbanyaklah do’a.” (HR Muslim).


Jumat, 30 Oktober 2009

Sebab-sebab Terhapusnya Berkah

Sebuah pertanyaan diajukan kepada Syekh Bin Bazz, Saya membaca bahwa di antara dampak dari perbuatan dosa adalah siksaan dari Allah dan terhapusnya berkah, maka saya menangis karena takut kepada Allah, beri­lah petunjuk kepada saya, semoga Allah membalaskan kebaikan kepada Kalian?
Syekh Bin Bazz menjawab,
Tidak disangsikan lagi bahwa melakukan dosa termasuk penyebab kemurkaan Allah dan di antara penyebab terha­pusnya berkah, tertahan turun hujan, penguasaan musuh, seba­gaimana firman Allah,
"Dan sesungguhnya kami telah menghukum (Firaun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran." (al-A'raf: 130).
Dan Firman Allah,
"Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara ­keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri " (­Ankabut :40).
Ayat-ayat tentang hal ini sangat banyak. Dan tersebut dalam hadits shahih dari Nabi n bahwa beliau bersabda,"Sesungguhnya seseorang ditahan rezekinya karena dosa yang dilakukannya. "(Riwayat Ibnu Majah dan Ahmad)

Setiap muslim dan muslimah wajib bersikap waspada dari ­segala dosa dan bertaubat dari dosa di masa lalu disertai berbaik sangka kepada Allah, mengharapkan ampunan-Nya, dan takut dari murka dan siksa-Nya, sebagaimana firman Allah dalam kitab-Nya yang Mulia tentang hamba-hamba-Nya yang shalih,­
"Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami." (Al-Anbiya':90).
dan firman-Nya,
"Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (ke­pada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan adzab­-Nya; sesungguhnya adzab Rabbmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti." ( AI-Isra' :57).
Dan firman-Nya
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (At- Taubah :71).
Disyariatkan bagi mukmin dan mukminah agar melakukan sebab-sebab yang dibolehkan oleh Allah. Dan dengan hal tersebut, ia menggabungkan antara takut, raja' (mengharap) dan melakukan segala sebab, serta bertawakkal kepada Allah, berpegang kepada-Nya untuk mendapatkan yang dicari dan selamat dari yang ditakuti. Dan Allah yang Maha Pemurah berfirman,
"Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengada­kan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (Ath-Thalaq: 2-3).
Dan yang berfirman,
"Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya."(At-Thalaq:4)
Dan Dialah yang berfirman,
"Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (An-Nur: 31).
Wahai saudariku, Anda harus bertaubat kepada Allah terhadap semua dosa di masa lalu dan istiqamah (konsisten) dalam ketaatan kepada-Nya serta berbaik sangka dengan-Nya, waspada terhadap sebab-sebab kemurkaan-Nya, bergembiralah dengan kebaikan yang banyak dan akhir yang terpuji. Hanya Allah yang memberikan taufik.

Sesungguhnya salah satu akibat berbuat dosa adalah terhapusnya berkah, maka bagi setiap muslim dan muslimah wajib bersikap waspada dari ­segala dosa dan bertaubat dari dosa di masa lalu disertai berbaik sangka kepada Allah, mengharapkan ampunan-Nya, dan takut dari murka dan siksa-Nya. Wallahu a'lam bishawab.

Senin, 26 Oktober 2009

Pengaruh Makanan Haram dalam Perspektif Biologi

Ketika seorang ayah memberikan uang kepada ibu untuk membelikan makanan bagi kedua anak mereka yang masih balita, maka sang ibu dengan sigapnya segera berbelanja ke tukang daging di pasar langganan.Semuanya tampak biasa dan wajar-wajar saja. Tetapi bila ternyata uang yang didapat sang ayah tadi bukanlah terkategori sebagai pendapatan yang halal, maka jalan ceritanya akan panjang dan pasti tidak akan “happy ending”.

Apalagi tokoh sang ibu dalam cerita ini rupanya tengah berbadan dua. Dongeng punya cerita, ternyata setelah diusut-usut oleh KPK, uang yang dibawa pulang oleh sang Ayah adalah uang komisi yang tidak semestinya diterima. Sang ayah yang pegawai senior sebuah instansi itu tentulah tahu dan dapat membedakan, mana yang menjadi haknya dan mana yang bukan. Akan tetapi karena desakan hawa nafsu ingin tampil sebagai seorang kepala keluarga yang prestatif serta dapat menduduki maqom yang terhormat di mata istri dan keluarganya, maka uang itupun diterimanya.

Dengan senang hati? Tentu tidak. Dengan jantung yang berdebar sangat kencang, sampai-sampai ia sendiri merasa bahwa jantungnya bisa saja putus saat itu juga. Keringat dingin meleleh di sepanjang tulang punggungnya, dadanya terasa sesak, sampai-sampai kemeja yang dikenakannya serasa melekat erat bak pakaian senam. Nafas tersenggal-senggal, dan kepala terasa pening melayang. Ya, itulah pertanda seluruh tubuhnya sepakat menolak untuk ikut berpartisipasi dalam sebuah dosa.

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik, (Al-Quran) yang serupa lagi berulang-ulang. Bergetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah.” (QS Az-Zumar ayat 23) Getaran rasa bersalah itu mengguncangkan sistem normalitas dan homeostasis alias keseimbangan internal manusia. Hormon ketakutan (skotopobin) membuncah dan terus mendorong ketidakseimbangan hormonal lainnya. Metabolisma tubuh mengalami perubahan secara drastis. Para elektron, proton, quark, lepton, bosson, dan fermion yang tengah bertasbih dan berthawaf terganggu ritmenya dan membangun sebuah keseimbangan baru sebagai suatu efek kompensasi. Sebagian dari mereka menjadi liar karena kehilangan pegangan. Sunatullah yang termanifestasi sebagai berbagai aturan yang menjamin keteraturan yang bersifat sistematik tidak lagi berjalan semestinya. Sebagai contoh, konsep larangan Pauli yang memisahkan antara elektron dengan arah spin yang sama dalam orbital Bohr yang berbeda, tidak lagi dipatuhi dan para elektron, semuanya berloncatan semaunya, semuanya semau “gue”.

Uang yang notabene hanya sekedar sekumpulan karbon yang berbentuk kertas dan sama sekali tidak berdosa, bila terpegang oleh tangan-tangan yang chaos akan ketularan dan menunjukkan sifat (fenotip) serupa. Kertas uang akan menjadi media penghantar multi level dosa (MLD). Sang ibu yang kemudian berbelanja dan membeli ½ kg daging has dalam dari seekor sapi yang nyata-nyata halal karena disembelih dengan menyebut nama Allah, akan kecipratan efek tidal dosa yang seperti molekul dalam gerakan Brown, membentur sana-sini dan berzig-zag kian-kemari menciprati tetesan dosa kesana-kemari, terdorong oleh panasnya energi kinetik rasa bersalah. Dan daging has dalam sapi yang halal itu, ketika terpegang oleh lengan ibu yang terkena efek gerak brown dosa, maka akan berubah pula menjadi sekumpulan atom C, H, O, N, P,dan K yang resah dan gelisah (ingat hampir semua elemen di alam semesta bersifat dielektrik).

Ya, daging itu telah menjadi medium turunan ketiga dari sebuah dosa. Jangankan terpegang, dikantungi plastik saja dan plastik itu “dicengkiwing” hanya oleh 1 ibu jari dan 2 jari anak buahnya, maka sifat semi konduktornya tetap akan menjadi penghantar bagi proses MLD. Kemudian daging itu disemur, dan dimakan beramai-ramai. Ketika ia sampai di lambung dan saluran pencernaan, amilase, gastrin, pepsin, tripsin, garam empedu,dan juga lipase ogah-ogahan menjamunya karena merasa tak kenal. Jadilah daging itu diolah seenaknya dan tentu semau gue juga dong! Blok pembangun yang semestinya kelak dapat menjadi bagian dari keshalehan dan kejeniusan otak seorang anak, gagal menjadi protein dan banyak diantaranya menjadi gugus sterol alias lemak. Lemak ini akan terakumulasi menjadi hormon steroid dari anak ginjal yang mendorong terciptanya rasa cemas, gelisah, khawatir, dan ketakutan. Coba bayangkan, hanya dari sekerat daging sapi yang semestinya halal, anak-anak dari keluarga muda itu akan tumbuh menjadi anak-anak yang pemarah, murung, gelisah, dan ketakutan, tanpa mereka pernah tahu apa sebabnya.

Dan bila kelak mereka dewasa serta menjadi pribadi yang berakhlaq kurang mulia, siapakah sebenarnya yang bertanggung jawab dan terbebani oleh dosanya? Tentu bukan para downliner bukan? Kitalah, para orangtua yang berperan sebagai up-line yang akan menuai badai bonus dosa, Naudzubillahi mindzalik.

Ternyata proses dan fenomena ini tidak hanya terjadi pada kegiatan makan-memakan saja, melainkan pada semua aspek kehidupan seorang manusia. Setiap rasa bersalah karena melanggar perintah dan larangan Allah, yang merupakan kebenaran absolut, maka setiap sel dan setiap unsur di dalam tubuh kita akan bersikap chaos yang pada gilirannya akan mengakibatkan munculnya dampak akumulatif yang mengacaukan sistem bio-psikologis. Jiwa-jiwa kita menjadi sulit untuk mencapai tataran muthmainah, naudzubillahi mindzalik. Seorang ibu yang tegang dan kecewa (tanda-tanda kufur nikmat), pada saat mengandung putranya berarti dapat pula dikatakan berinvestasi pada kesalahan-kesalahan atau dosa-dosa anaknya di kemudian hari. Demikian pula seorang ayah yang pemarah dan pembohong, setiap belaiannya pada sang anak akan menularkan ketakutan, kegelisahan, dan kekacauan quantum biologis pada anaknya. Oh anak, engkau rupanya sebuah cermin bagi keimanan kedua orangtuamu.

Maka bertaubatlah kita, berdoalah kita, dan berwudhulah kita untuk mensucikan setiap proses interaksi dengan setiap elemen dalam kehidupan. Karena itu pula di setiap perjumpaan diwajibakan bagi kita untuk mengucapkan salam, sebuah doa bagi sesama, dan sebuah doa bersama bagi keselamatan kita semua.

Oleh karena itu pula terkuak makna dalam doa sebelum makan yang memiliki arti tidak sekedar mengharapkan barokah dari makanan yang tersedia, tetapi juga permohonan agar terhindar dari azab api neraka. Doa makan itu rupanya bagian dari proses sterilisasi dan pengeliminasian unsur-unsur dosa (haram) dalam sebuah makanan.

oleh: Dr. dr. Tauhid Nur Azhar


Kamis, 22 Oktober 2009

Jujurlah...Maka Engkau Akan Tenang

Dari Abu Muhammad Al Hasan bin 'Ali bin Abu Thalib radhiyallahu 'anhu berkata : "Saya menghafal dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "Tinggalkanlah apa yang kau ragukan dan kerjakanlah apa yang tidak kau ragukan. Sesungguhnya jujur itu menimbulkan ketenangan dan dusta itu menimbulkan kegelisahan." (HR. Tirmidzi)
Tentang efek yang ditimbulkan dari kejujuran, yaitu ketenangan yang harganya sangat mahal
dan yang unik adalah siapapun ia, meski tak beragama, akan merasakan pula efek ini.
Firman Alah SWT : "Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al Ahzab : 24)
Balasan yang dimaksud salah satunya tertuang pada hadits yang lain yaitu :
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda, "Sesungguhnya benar/jujur itu membawa kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu membawa ke sorga; seseorang itu akan selalu bertindak benar/jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang sangat benar/jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan sesungguhnya kejahatan itu membawa ke neraka; seseorang akan selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta." (HR. Bukhari dan Muslim).

Berarti sebenarnya tak ada pilihan lain, kecuali kita berusaha untuk senantiasa berlaku benar/jujur. Tapi kemudian kita juga merasakan tantangan/hambatannya sendiri, dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja rasa malu kalau ketahuan yang sebenarnya sehingga kita berbohong baik itu yang sifatnya kecil ataupun besar. Tantangan untuk menjadi jujur yang ingin saya diskusikan dengan akhwat semua adalah bagaimana kita bisa belajar menjadi pribadi yang lebih jujur apalagi terhadap diri kita.
Bahkan pada taraf tertentu kadang kita bersikap seolah kita mampu membohongi Allah
menipunya diam-diam. Padahal Allah Maha Melihat, Maha Mendengar.
Ada hadist yang menarik.
Dari Abu Tsabit, ada yang mengatakan Abu Sa'id, ada pula yang mengatakan Abul Walid Sahl bin Hunaif, dia adalah ahli Badar radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barangsiapa yang benar-benar mohon untuk mati syahid kepada Allah ta'ala niscaya Allah akan mengabulkan ke tingkatan orang yang mati syahid walaupun ia mati di atas tempat tidurnya."
Bagaimana kejujuran seorang hamba yang berniat mati syahid diketahui Allah hingga meski meninggal di atas kasur Ia tetap mengabulkannya. Allah yang tahu persis kenapa dia tak ada di medan perang dan tahu persis seberapa inginnya ia hingga dikabulkannya permohonan itu. Kejujuran, kebenaran, kelurusan hatinya mendorongnya mendapatkan karunia yang besar.
Apa ada yang lebih baik dari syahid dan jannahNya?

(Materi Kajian Muslimah tanggal 18 Januari 2005)

Selasa, 20 Oktober 2009

Hakikat Manusia

Allah menciptakan manusia dengan segala keterbatasan dan kelemahannya disamping kelebihan dan kekuatannya. Kita harus memahami keterbatasan dan kelemahan ini agar kita menyadari akan kelemahan kita dan mampu mengatasi kelemahannya tersebut dan menjadikanya kemuliaan.
Sebagai makkhluk, manusia lemah, manusia diciptakan dengan keterbatasan fisik dan akal. Fisik manusia tidak akan mampu menggerakan alam semesta ini dengan tenaganya, bahkan juga akal manusia dengan berbagai hasil teknologinya. Manusia sangat lemah dihadapan Allah sehingga diperlukan untuk meminta bantuan dan lindungan dari Allah SWT. "Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah."(QS.4:28)
Kelemahan manusia lainnya ialah bodoh. Seperti apa yang difirmankan Allah, "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,"(QS.33:72)
Memikul amanat itu memerlukan ilmu dan pengamalan yang konsisten sehingga tidak mengkhianati amanat tersebut. Apabila manusia berilmu dan mampu mengamalkannya dengan istiqamah maka terlepas dari kezaliman dan kebodohan. Oleh karena keterbatasan-keterbatasan tersebut, manusia meskipun memiliki berbagai kemuliaan, masih memerlukan Allah.
Sungguh aneh jika ada manusia yang merasa bahwa ada urusan yang tidak memerlukan Allah, dengan kata lain tidak sejalan dengan apa yang digariskan oleh Allah. Padahal manusia itu lemah dan bodoh.
Sebagai makhluk lemah dan bodoh, sudah sewajarnya jika kita selalu meminta petunjuk kepada Allah dan menjalankan semua petunjuk yang telah ada, yang telah tercantum dalam Al Quran dan dicontohkan oleh Rasul-Nya.
Sungguh sombong manusia yang tidak memerlukan petunjuk-Nya atau mereka-rekanya sesuai dengan pikirannya sendiri.
(By Rahmat)

Busuknya Sebuah Kebencian

Seorang ibu guru Taman Kanak-Kanak (TK) mengadakan”permainan”.
Ibu guru menyuruh tiap-tiap muridnya membawa kantong plastik transparan dan sebuah kentang. Masing-masing kentang tersebut diberi nama berdasarkan nama orang yang dibenci, sehingga jumlah kentangnya tidak ditentukan berapa, tergantung jumlah orang-orang yang dibenci.
Pada hari yang disepakati, masing-masing murid membawa kentang dalam kantong plastik. Ada yang berjumlah 2, ada yang 3 bahkan ada yang 5. Seperti perintah guru mereka, tiap-tiap kentang diberi nama sesuai nama orang yang dibenci. Murid-murid harus membawa kantong plastik berisi kentang tersebut kemana saja mereka pergi, bahkan ke toilet sekalipun selama 1 minggu.
Hari berganti hari, kentang-kentang pun mulai membusuk. Murid-murid mulai mengeluh,apalagi yang membawa 5 buah kentang. Selain berat, baunya juga tidak sedap.Setelah 1 minggu murid-murid TK tersebut merasa lega karena penderitaan mereka akan segera berakhir.
Ibu Guru : “Bagaimana rasanya membawa kentang selama 1 minggu ?”
Keluarlah keluhan dari murid-murid TK tersebut, pada umumnya mereka tidak merasa nyaman harus membawa kentang-kentang busuk tersebut kemanapun mereka pergi. Gurupun menjelaskan apa arti dari “permainan” yang mereka lakukan.
Ibu Guru : “Seperti itulah kebencian yang selalu kita bawa-bawa apabila kita tidak bisa memaafkan orang lain. Sungguh sangat tidak menyenangkan membawa kentang busuk kemana pun kita pergi. Itu hanya 1 minggu. Bagaimana jika kita membawa kebencian itu seumur hidup ? Alangkah tidak nyamannya …”

Keistimewaan Istighfar

اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
“Ya Allah! Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Engkaulah yang menciptakan aku. Aku adalah hambaMu. Aku akan setia pada perjanjianku denganMu semampuku. Aku berlindung kepadaMu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmatMu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.”
Pada suatu hari seorang cendekiawan Islam bernama Hassan al-Basri sedang duduk berbincang-bincang bersama beberapa sahabat di rumahnya. Para sahabatnya sering meminta pandangan beliau dalam menyelesaikan sesuatu masalah yang mereka hadapi. Saat mereka berbincang, tiba-tiba datang seorang lelaki dalam keadaan bersedih dan mengadukan masalahnya kepada Hassan al-Basri.
“Cuaca terlalu panas dan hujan sudah lama tidak turun. Tanaman saya banyak yang sudah mati,” lelaki itu mengadu kepada Hassan Al-Basri.
Hassan al-Basri menasihati lelaki itu: “Saudara, banyakkanlah ‘istighfar’ (memohon ampun) kepada Allah Taala”.
Setelah mendengar nasihat tersebut, lelaki itu kembali ke kampungnya. Selang beberapa ketika, datang pula seorang lelaki lain bertemu dengan Hassan al-Basri. Lelaki itu mengadu:
“Saya menderita kemiskinan, apa yang perlu saya lakukan.” Mendengar aduan lelaki itu, Hassan al-Basri menasihatinya: “Saudara, banyakkanlah ‘istighfar’ kepada Allah SWT.”
Setelah mendengar pesanan itu, lelaki itu pulang ke tempatnya. Kemudian datang pula seorang lelaki juga bertujuan mengadu masalahnya kepada Hassan al-Basri.
“Tuan, isteri saya mandul dan tidak dapat melahirkan keturunan untuk saya,” lelaki itu mengadukan masalahnya.
Hassan al-Basri bersimpati dengan masalah yang dihadapi lelaki itu, lalu beliau berpesan:
“Saudara, banyakkanlah ‘istighfar’ kepada Tuhan, moga-moga masalah kamu akan selesai.” Setelah mendengar nasihat itu, lelaki itu kembali ke rumahnya.
Datang pula seorang lelaki lain menemui Hassan al-Basri juga mengadukan masalah hidupnya. “Tuan, ladang saya sudah tidak subur sehingga hasil pendapatan saya semakin berkurangan,” adu lelaki tersebut.
Sama seperti keadaan sebelum ini, Hassan al-Basri tetap memberikan nasihat yang sama: “Saudara, banyakkanlah ‘istighfar’ kepada Allah SWT.” Setelah mendengar nasihat itu, lelaki itu pulang ke rumahnya. Para sahabat yang memerhatikan peristiwa hari itu merasa heran dengan nasihat yang diberikan oleh Hassan al-Basri. Setiap kali orang datang mengadukan masalah, jawaban atau nasihat yang diberikan beliau semuanya sama.
Beliau menasihatkan mereka banyak-banyak memohon ampun (istighfar) kepada Allah SWT. Karena penasaran, mereka menanyakan hal itu kepada Hassan al-Basri: “Kenapa tuan memberikan nasihat yang sama kepada mereka sedangkan masalah mereka tidaklah sama.” Beliau menjelaskan: “Tidakkah kalian pernah mendengar firman Allah SWT. dalam al-Quran:
“Maka aku (Nabi Nuh a.s.) berkata kepada mereka (kaumnya): “Mohonlah keampunan kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya kepada Kebesaran Allah?” (Surah Nuh : ayat10-13).
Kita diperintahkan memperbanyakkan ‘istighfar’ kepada Allah sebagai jalan menghapus dosa yang kita lakukan. Rasulullah s.a.w. sendiri memohon ‘istighfar’ lebih dari 100 kali sehari semalam.

Senin, 19 Oktober 2009

Bantuin Nyuci Pesawat Yuuuk

Nyuci mobil mah udah biasa dilihat atau dilakukan:
Kalau nyuci pesawat kayak apa ya?Butuh berapa puluh atau ratus orang tuk siram-siram dan kasih sabun,terus dilap biar kering?
Owwww,begini ya caranya....Hujan busa nih!
Habis itu,dibanjirin sama busa...
Lihat busanyaaaa...Awas,ntar tenggelam lho pak...
Pak, ikutan mandi ya?Enggak kok, siap-siap mau mandiin pesawat....
Hello paaaak, dimanakah gerangan dikau? Ci luuuk baaaa...!

Lho...kok bapak2nya berubah jadi pesawat.He heh ehhe...
Tuh, busanya sampai banjir keluar
Meluap ke rumput yang bergoyang....
Terus dibilas pake air berapa ember?
Hummmm, bersih pesawatku!
  • Facebook Badge

    Friends Yang Silaturahim

    counter
    Diberdayakan oleh Blogger.