Jumat, 30 Oktober 2009

Sebab-sebab Terhapusnya Berkah

Sebuah pertanyaan diajukan kepada Syekh Bin Bazz, Saya membaca bahwa di antara dampak dari perbuatan dosa adalah siksaan dari Allah dan terhapusnya berkah, maka saya menangis karena takut kepada Allah, beri­lah petunjuk kepada saya, semoga Allah membalaskan kebaikan kepada Kalian?
Syekh Bin Bazz menjawab,
Tidak disangsikan lagi bahwa melakukan dosa termasuk penyebab kemurkaan Allah dan di antara penyebab terha­pusnya berkah, tertahan turun hujan, penguasaan musuh, seba­gaimana firman Allah,
"Dan sesungguhnya kami telah menghukum (Firaun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran." (al-A'raf: 130).
Dan Firman Allah,
"Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara ­keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri " (­Ankabut :40).
Ayat-ayat tentang hal ini sangat banyak. Dan tersebut dalam hadits shahih dari Nabi n bahwa beliau bersabda,"Sesungguhnya seseorang ditahan rezekinya karena dosa yang dilakukannya. "(Riwayat Ibnu Majah dan Ahmad)

Setiap muslim dan muslimah wajib bersikap waspada dari ­segala dosa dan bertaubat dari dosa di masa lalu disertai berbaik sangka kepada Allah, mengharapkan ampunan-Nya, dan takut dari murka dan siksa-Nya, sebagaimana firman Allah dalam kitab-Nya yang Mulia tentang hamba-hamba-Nya yang shalih,­
"Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami." (Al-Anbiya':90).
dan firman-Nya,
"Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (ke­pada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan adzab­-Nya; sesungguhnya adzab Rabbmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti." ( AI-Isra' :57).
Dan firman-Nya
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (At- Taubah :71).
Disyariatkan bagi mukmin dan mukminah agar melakukan sebab-sebab yang dibolehkan oleh Allah. Dan dengan hal tersebut, ia menggabungkan antara takut, raja' (mengharap) dan melakukan segala sebab, serta bertawakkal kepada Allah, berpegang kepada-Nya untuk mendapatkan yang dicari dan selamat dari yang ditakuti. Dan Allah yang Maha Pemurah berfirman,
"Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengada­kan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (Ath-Thalaq: 2-3).
Dan yang berfirman,
"Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya."(At-Thalaq:4)
Dan Dialah yang berfirman,
"Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (An-Nur: 31).
Wahai saudariku, Anda harus bertaubat kepada Allah terhadap semua dosa di masa lalu dan istiqamah (konsisten) dalam ketaatan kepada-Nya serta berbaik sangka dengan-Nya, waspada terhadap sebab-sebab kemurkaan-Nya, bergembiralah dengan kebaikan yang banyak dan akhir yang terpuji. Hanya Allah yang memberikan taufik.

Sesungguhnya salah satu akibat berbuat dosa adalah terhapusnya berkah, maka bagi setiap muslim dan muslimah wajib bersikap waspada dari ­segala dosa dan bertaubat dari dosa di masa lalu disertai berbaik sangka kepada Allah, mengharapkan ampunan-Nya, dan takut dari murka dan siksa-Nya. Wallahu a'lam bishawab.

Senin, 26 Oktober 2009

Pengaruh Makanan Haram dalam Perspektif Biologi

Ketika seorang ayah memberikan uang kepada ibu untuk membelikan makanan bagi kedua anak mereka yang masih balita, maka sang ibu dengan sigapnya segera berbelanja ke tukang daging di pasar langganan.Semuanya tampak biasa dan wajar-wajar saja. Tetapi bila ternyata uang yang didapat sang ayah tadi bukanlah terkategori sebagai pendapatan yang halal, maka jalan ceritanya akan panjang dan pasti tidak akan “happy ending”.

Apalagi tokoh sang ibu dalam cerita ini rupanya tengah berbadan dua. Dongeng punya cerita, ternyata setelah diusut-usut oleh KPK, uang yang dibawa pulang oleh sang Ayah adalah uang komisi yang tidak semestinya diterima. Sang ayah yang pegawai senior sebuah instansi itu tentulah tahu dan dapat membedakan, mana yang menjadi haknya dan mana yang bukan. Akan tetapi karena desakan hawa nafsu ingin tampil sebagai seorang kepala keluarga yang prestatif serta dapat menduduki maqom yang terhormat di mata istri dan keluarganya, maka uang itupun diterimanya.

Dengan senang hati? Tentu tidak. Dengan jantung yang berdebar sangat kencang, sampai-sampai ia sendiri merasa bahwa jantungnya bisa saja putus saat itu juga. Keringat dingin meleleh di sepanjang tulang punggungnya, dadanya terasa sesak, sampai-sampai kemeja yang dikenakannya serasa melekat erat bak pakaian senam. Nafas tersenggal-senggal, dan kepala terasa pening melayang. Ya, itulah pertanda seluruh tubuhnya sepakat menolak untuk ikut berpartisipasi dalam sebuah dosa.

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik, (Al-Quran) yang serupa lagi berulang-ulang. Bergetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah.” (QS Az-Zumar ayat 23) Getaran rasa bersalah itu mengguncangkan sistem normalitas dan homeostasis alias keseimbangan internal manusia. Hormon ketakutan (skotopobin) membuncah dan terus mendorong ketidakseimbangan hormonal lainnya. Metabolisma tubuh mengalami perubahan secara drastis. Para elektron, proton, quark, lepton, bosson, dan fermion yang tengah bertasbih dan berthawaf terganggu ritmenya dan membangun sebuah keseimbangan baru sebagai suatu efek kompensasi. Sebagian dari mereka menjadi liar karena kehilangan pegangan. Sunatullah yang termanifestasi sebagai berbagai aturan yang menjamin keteraturan yang bersifat sistematik tidak lagi berjalan semestinya. Sebagai contoh, konsep larangan Pauli yang memisahkan antara elektron dengan arah spin yang sama dalam orbital Bohr yang berbeda, tidak lagi dipatuhi dan para elektron, semuanya berloncatan semaunya, semuanya semau “gue”.

Uang yang notabene hanya sekedar sekumpulan karbon yang berbentuk kertas dan sama sekali tidak berdosa, bila terpegang oleh tangan-tangan yang chaos akan ketularan dan menunjukkan sifat (fenotip) serupa. Kertas uang akan menjadi media penghantar multi level dosa (MLD). Sang ibu yang kemudian berbelanja dan membeli ½ kg daging has dalam dari seekor sapi yang nyata-nyata halal karena disembelih dengan menyebut nama Allah, akan kecipratan efek tidal dosa yang seperti molekul dalam gerakan Brown, membentur sana-sini dan berzig-zag kian-kemari menciprati tetesan dosa kesana-kemari, terdorong oleh panasnya energi kinetik rasa bersalah. Dan daging has dalam sapi yang halal itu, ketika terpegang oleh lengan ibu yang terkena efek gerak brown dosa, maka akan berubah pula menjadi sekumpulan atom C, H, O, N, P,dan K yang resah dan gelisah (ingat hampir semua elemen di alam semesta bersifat dielektrik).

Ya, daging itu telah menjadi medium turunan ketiga dari sebuah dosa. Jangankan terpegang, dikantungi plastik saja dan plastik itu “dicengkiwing” hanya oleh 1 ibu jari dan 2 jari anak buahnya, maka sifat semi konduktornya tetap akan menjadi penghantar bagi proses MLD. Kemudian daging itu disemur, dan dimakan beramai-ramai. Ketika ia sampai di lambung dan saluran pencernaan, amilase, gastrin, pepsin, tripsin, garam empedu,dan juga lipase ogah-ogahan menjamunya karena merasa tak kenal. Jadilah daging itu diolah seenaknya dan tentu semau gue juga dong! Blok pembangun yang semestinya kelak dapat menjadi bagian dari keshalehan dan kejeniusan otak seorang anak, gagal menjadi protein dan banyak diantaranya menjadi gugus sterol alias lemak. Lemak ini akan terakumulasi menjadi hormon steroid dari anak ginjal yang mendorong terciptanya rasa cemas, gelisah, khawatir, dan ketakutan. Coba bayangkan, hanya dari sekerat daging sapi yang semestinya halal, anak-anak dari keluarga muda itu akan tumbuh menjadi anak-anak yang pemarah, murung, gelisah, dan ketakutan, tanpa mereka pernah tahu apa sebabnya.

Dan bila kelak mereka dewasa serta menjadi pribadi yang berakhlaq kurang mulia, siapakah sebenarnya yang bertanggung jawab dan terbebani oleh dosanya? Tentu bukan para downliner bukan? Kitalah, para orangtua yang berperan sebagai up-line yang akan menuai badai bonus dosa, Naudzubillahi mindzalik.

Ternyata proses dan fenomena ini tidak hanya terjadi pada kegiatan makan-memakan saja, melainkan pada semua aspek kehidupan seorang manusia. Setiap rasa bersalah karena melanggar perintah dan larangan Allah, yang merupakan kebenaran absolut, maka setiap sel dan setiap unsur di dalam tubuh kita akan bersikap chaos yang pada gilirannya akan mengakibatkan munculnya dampak akumulatif yang mengacaukan sistem bio-psikologis. Jiwa-jiwa kita menjadi sulit untuk mencapai tataran muthmainah, naudzubillahi mindzalik. Seorang ibu yang tegang dan kecewa (tanda-tanda kufur nikmat), pada saat mengandung putranya berarti dapat pula dikatakan berinvestasi pada kesalahan-kesalahan atau dosa-dosa anaknya di kemudian hari. Demikian pula seorang ayah yang pemarah dan pembohong, setiap belaiannya pada sang anak akan menularkan ketakutan, kegelisahan, dan kekacauan quantum biologis pada anaknya. Oh anak, engkau rupanya sebuah cermin bagi keimanan kedua orangtuamu.

Maka bertaubatlah kita, berdoalah kita, dan berwudhulah kita untuk mensucikan setiap proses interaksi dengan setiap elemen dalam kehidupan. Karena itu pula di setiap perjumpaan diwajibakan bagi kita untuk mengucapkan salam, sebuah doa bagi sesama, dan sebuah doa bersama bagi keselamatan kita semua.

Oleh karena itu pula terkuak makna dalam doa sebelum makan yang memiliki arti tidak sekedar mengharapkan barokah dari makanan yang tersedia, tetapi juga permohonan agar terhindar dari azab api neraka. Doa makan itu rupanya bagian dari proses sterilisasi dan pengeliminasian unsur-unsur dosa (haram) dalam sebuah makanan.

oleh: Dr. dr. Tauhid Nur Azhar


Kamis, 22 Oktober 2009

Jujurlah...Maka Engkau Akan Tenang

Dari Abu Muhammad Al Hasan bin 'Ali bin Abu Thalib radhiyallahu 'anhu berkata : "Saya menghafal dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "Tinggalkanlah apa yang kau ragukan dan kerjakanlah apa yang tidak kau ragukan. Sesungguhnya jujur itu menimbulkan ketenangan dan dusta itu menimbulkan kegelisahan." (HR. Tirmidzi)
Tentang efek yang ditimbulkan dari kejujuran, yaitu ketenangan yang harganya sangat mahal
dan yang unik adalah siapapun ia, meski tak beragama, akan merasakan pula efek ini.
Firman Alah SWT : "Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al Ahzab : 24)
Balasan yang dimaksud salah satunya tertuang pada hadits yang lain yaitu :
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda, "Sesungguhnya benar/jujur itu membawa kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu membawa ke sorga; seseorang itu akan selalu bertindak benar/jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang sangat benar/jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan sesungguhnya kejahatan itu membawa ke neraka; seseorang akan selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta." (HR. Bukhari dan Muslim).

Berarti sebenarnya tak ada pilihan lain, kecuali kita berusaha untuk senantiasa berlaku benar/jujur. Tapi kemudian kita juga merasakan tantangan/hambatannya sendiri, dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja rasa malu kalau ketahuan yang sebenarnya sehingga kita berbohong baik itu yang sifatnya kecil ataupun besar. Tantangan untuk menjadi jujur yang ingin saya diskusikan dengan akhwat semua adalah bagaimana kita bisa belajar menjadi pribadi yang lebih jujur apalagi terhadap diri kita.
Bahkan pada taraf tertentu kadang kita bersikap seolah kita mampu membohongi Allah
menipunya diam-diam. Padahal Allah Maha Melihat, Maha Mendengar.
Ada hadist yang menarik.
Dari Abu Tsabit, ada yang mengatakan Abu Sa'id, ada pula yang mengatakan Abul Walid Sahl bin Hunaif, dia adalah ahli Badar radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barangsiapa yang benar-benar mohon untuk mati syahid kepada Allah ta'ala niscaya Allah akan mengabulkan ke tingkatan orang yang mati syahid walaupun ia mati di atas tempat tidurnya."
Bagaimana kejujuran seorang hamba yang berniat mati syahid diketahui Allah hingga meski meninggal di atas kasur Ia tetap mengabulkannya. Allah yang tahu persis kenapa dia tak ada di medan perang dan tahu persis seberapa inginnya ia hingga dikabulkannya permohonan itu. Kejujuran, kebenaran, kelurusan hatinya mendorongnya mendapatkan karunia yang besar.
Apa ada yang lebih baik dari syahid dan jannahNya?

(Materi Kajian Muslimah tanggal 18 Januari 2005)

Selasa, 20 Oktober 2009

Hakikat Manusia

Allah menciptakan manusia dengan segala keterbatasan dan kelemahannya disamping kelebihan dan kekuatannya. Kita harus memahami keterbatasan dan kelemahan ini agar kita menyadari akan kelemahan kita dan mampu mengatasi kelemahannya tersebut dan menjadikanya kemuliaan.
Sebagai makkhluk, manusia lemah, manusia diciptakan dengan keterbatasan fisik dan akal. Fisik manusia tidak akan mampu menggerakan alam semesta ini dengan tenaganya, bahkan juga akal manusia dengan berbagai hasil teknologinya. Manusia sangat lemah dihadapan Allah sehingga diperlukan untuk meminta bantuan dan lindungan dari Allah SWT. "Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah."(QS.4:28)
Kelemahan manusia lainnya ialah bodoh. Seperti apa yang difirmankan Allah, "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,"(QS.33:72)
Memikul amanat itu memerlukan ilmu dan pengamalan yang konsisten sehingga tidak mengkhianati amanat tersebut. Apabila manusia berilmu dan mampu mengamalkannya dengan istiqamah maka terlepas dari kezaliman dan kebodohan. Oleh karena keterbatasan-keterbatasan tersebut, manusia meskipun memiliki berbagai kemuliaan, masih memerlukan Allah.
Sungguh aneh jika ada manusia yang merasa bahwa ada urusan yang tidak memerlukan Allah, dengan kata lain tidak sejalan dengan apa yang digariskan oleh Allah. Padahal manusia itu lemah dan bodoh.
Sebagai makhluk lemah dan bodoh, sudah sewajarnya jika kita selalu meminta petunjuk kepada Allah dan menjalankan semua petunjuk yang telah ada, yang telah tercantum dalam Al Quran dan dicontohkan oleh Rasul-Nya.
Sungguh sombong manusia yang tidak memerlukan petunjuk-Nya atau mereka-rekanya sesuai dengan pikirannya sendiri.
(By Rahmat)

Busuknya Sebuah Kebencian

Seorang ibu guru Taman Kanak-Kanak (TK) mengadakan”permainan”.
Ibu guru menyuruh tiap-tiap muridnya membawa kantong plastik transparan dan sebuah kentang. Masing-masing kentang tersebut diberi nama berdasarkan nama orang yang dibenci, sehingga jumlah kentangnya tidak ditentukan berapa, tergantung jumlah orang-orang yang dibenci.
Pada hari yang disepakati, masing-masing murid membawa kentang dalam kantong plastik. Ada yang berjumlah 2, ada yang 3 bahkan ada yang 5. Seperti perintah guru mereka, tiap-tiap kentang diberi nama sesuai nama orang yang dibenci. Murid-murid harus membawa kantong plastik berisi kentang tersebut kemana saja mereka pergi, bahkan ke toilet sekalipun selama 1 minggu.
Hari berganti hari, kentang-kentang pun mulai membusuk. Murid-murid mulai mengeluh,apalagi yang membawa 5 buah kentang. Selain berat, baunya juga tidak sedap.Setelah 1 minggu murid-murid TK tersebut merasa lega karena penderitaan mereka akan segera berakhir.
Ibu Guru : “Bagaimana rasanya membawa kentang selama 1 minggu ?”
Keluarlah keluhan dari murid-murid TK tersebut, pada umumnya mereka tidak merasa nyaman harus membawa kentang-kentang busuk tersebut kemanapun mereka pergi. Gurupun menjelaskan apa arti dari “permainan” yang mereka lakukan.
Ibu Guru : “Seperti itulah kebencian yang selalu kita bawa-bawa apabila kita tidak bisa memaafkan orang lain. Sungguh sangat tidak menyenangkan membawa kentang busuk kemana pun kita pergi. Itu hanya 1 minggu. Bagaimana jika kita membawa kebencian itu seumur hidup ? Alangkah tidak nyamannya …”

Keistimewaan Istighfar

اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
“Ya Allah! Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Engkaulah yang menciptakan aku. Aku adalah hambaMu. Aku akan setia pada perjanjianku denganMu semampuku. Aku berlindung kepadaMu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmatMu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.”
Pada suatu hari seorang cendekiawan Islam bernama Hassan al-Basri sedang duduk berbincang-bincang bersama beberapa sahabat di rumahnya. Para sahabatnya sering meminta pandangan beliau dalam menyelesaikan sesuatu masalah yang mereka hadapi. Saat mereka berbincang, tiba-tiba datang seorang lelaki dalam keadaan bersedih dan mengadukan masalahnya kepada Hassan al-Basri.
“Cuaca terlalu panas dan hujan sudah lama tidak turun. Tanaman saya banyak yang sudah mati,” lelaki itu mengadu kepada Hassan Al-Basri.
Hassan al-Basri menasihati lelaki itu: “Saudara, banyakkanlah ‘istighfar’ (memohon ampun) kepada Allah Taala”.
Setelah mendengar nasihat tersebut, lelaki itu kembali ke kampungnya. Selang beberapa ketika, datang pula seorang lelaki lain bertemu dengan Hassan al-Basri. Lelaki itu mengadu:
“Saya menderita kemiskinan, apa yang perlu saya lakukan.” Mendengar aduan lelaki itu, Hassan al-Basri menasihatinya: “Saudara, banyakkanlah ‘istighfar’ kepada Allah SWT.”
Setelah mendengar pesanan itu, lelaki itu pulang ke tempatnya. Kemudian datang pula seorang lelaki juga bertujuan mengadu masalahnya kepada Hassan al-Basri.
“Tuan, isteri saya mandul dan tidak dapat melahirkan keturunan untuk saya,” lelaki itu mengadukan masalahnya.
Hassan al-Basri bersimpati dengan masalah yang dihadapi lelaki itu, lalu beliau berpesan:
“Saudara, banyakkanlah ‘istighfar’ kepada Tuhan, moga-moga masalah kamu akan selesai.” Setelah mendengar nasihat itu, lelaki itu kembali ke rumahnya.
Datang pula seorang lelaki lain menemui Hassan al-Basri juga mengadukan masalah hidupnya. “Tuan, ladang saya sudah tidak subur sehingga hasil pendapatan saya semakin berkurangan,” adu lelaki tersebut.
Sama seperti keadaan sebelum ini, Hassan al-Basri tetap memberikan nasihat yang sama: “Saudara, banyakkanlah ‘istighfar’ kepada Allah SWT.” Setelah mendengar nasihat itu, lelaki itu pulang ke rumahnya. Para sahabat yang memerhatikan peristiwa hari itu merasa heran dengan nasihat yang diberikan oleh Hassan al-Basri. Setiap kali orang datang mengadukan masalah, jawaban atau nasihat yang diberikan beliau semuanya sama.
Beliau menasihatkan mereka banyak-banyak memohon ampun (istighfar) kepada Allah SWT. Karena penasaran, mereka menanyakan hal itu kepada Hassan al-Basri: “Kenapa tuan memberikan nasihat yang sama kepada mereka sedangkan masalah mereka tidaklah sama.” Beliau menjelaskan: “Tidakkah kalian pernah mendengar firman Allah SWT. dalam al-Quran:
“Maka aku (Nabi Nuh a.s.) berkata kepada mereka (kaumnya): “Mohonlah keampunan kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya kepada Kebesaran Allah?” (Surah Nuh : ayat10-13).
Kita diperintahkan memperbanyakkan ‘istighfar’ kepada Allah sebagai jalan menghapus dosa yang kita lakukan. Rasulullah s.a.w. sendiri memohon ‘istighfar’ lebih dari 100 kali sehari semalam.

Senin, 19 Oktober 2009

Bantuin Nyuci Pesawat Yuuuk

Nyuci mobil mah udah biasa dilihat atau dilakukan:
Kalau nyuci pesawat kayak apa ya?Butuh berapa puluh atau ratus orang tuk siram-siram dan kasih sabun,terus dilap biar kering?
Owwww,begini ya caranya....Hujan busa nih!
Habis itu,dibanjirin sama busa...
Lihat busanyaaaa...Awas,ntar tenggelam lho pak...
Pak, ikutan mandi ya?Enggak kok, siap-siap mau mandiin pesawat....
Hello paaaak, dimanakah gerangan dikau? Ci luuuk baaaa...!

Lho...kok bapak2nya berubah jadi pesawat.He heh ehhe...
Tuh, busanya sampai banjir keluar
Meluap ke rumput yang bergoyang....
Terus dibilas pake air berapa ember?
Hummmm, bersih pesawatku!
  • Facebook Badge

    Friends Yang Silaturahim

    counter
    Diberdayakan oleh Blogger.