Selasa, 25 Agustus 2009

Mau Nggak Kalau Daganganmu KUbayar Berlipat-lipat?

Seorang pedagang kemoceng/sulak duduk termenung bersandar di sebuah dinding rumah. Keringat membasahi kening dan lehernya, berjatuhan ditahan oleh kerah kaos oblongnya yang butut. Sepotong handuk putih Goodmorning menyeka keringat itu, merembes dalam baunya yang apek.
Dia sedang memikirkan nasibnya hari itu. Dari 50 buah kemoceng yang dia pikul seharian, tak satupun laku terjual. Tiga desa yang dia lalui tadi tidak ada seorangpun yang membutuhkan kemoceng. Alat pembersih debu tradisional yang terbuat dari bulu itu masih utuh bergantungan di pikulannya. "Ya Allah, padahal yang hamba harapkan hanya satu dua biji saja yang laku", pintanya dalam hati. Harapannya jika laku dua buah kemoceng saja dia sudah mendapatkan uang 7 ribu yang dirasa sangat cukup untuk makan istri dan ketiga anaknya.Kini matahari semakin terik. Kerongkongan semakin tercekat. Untungnya pedagang itu membawa botol air minum di tas hitamnya.
Dari kejauhan datang seorang lelaki berumur empat puluh tahunan. Wajahnya selalu tersenyum, berjalan dengan pelan namun langkahnya panjang-panjang. Tahu-tahu, tubuh harumnya sudah berada di samping pedagang itu. Lelaki itu memberi salam, disambut dengan bahagia oleh pedagang tersebut.
"berapa harga sebuah kemoceng itu pak" tanya lelaki yang selalu tersenyum itu.
"tigaribu lima ratus rupiah saja, pak", jawab pedagang dengan berbunga-bunga.
"oooh... kalau saya beli sebuah kemoceng itu dengan harga 5 ribu rupiah, mau nggak pak?"
Pedagang itu terbelalak. Baru kali ini ada pembeli yang menawar lebih, biasanya malah harganya minta dikurangi. Tanpa pikir panjang, dia langsung mengiyakan tawaran itu.
"tapi pak, tolong besok buatkan lagi 10 buah kemoceng yang lebih bagus ya. Pakai kayu gaharu sebagai tangkainya(sejenis kayu yang harum), bulunya dipilih yang berwarna putih, halus dan lembut ya", pinta lelaki yang jika berbicara selalu tersenyum itu.
Pedagang itu berpikir betapa mudahnya memilih bulu yang putih, bersih dan halus. Tapi gimana mendapatkan kayu gaharunya ya, tanyanya dalam hati. Kayu itu khan langka dan mahal pula.
"nanti saya bayar limapuluh ribu per/kemoceng plus biaya mencari bahan-bahan itu" ujar lelaki itu yang seolah bisa menerka isi pikiran pedagang tersebut.
Betapa gembiranya pedagang kemoceng demi mendengar tawaran lelaki bertubuh harum. Dengan mengubah kayu biasa dengan gaharu serta khusus bulu yang putih halus saja harga kemocengnya belasan kali lipat.... Padahal benda itu adalah kemoceng. Mungkin orang tidak pernah berpikir jika benda murah akan menjadi mahal jika dipoles sedikit saja.
Friends... bagaimana jika Allah yang "menawar dagangan" kita? Bagaimana jika Allah membeli senyum tulus, membeli aksi kita saat menyingkirkan halangan di jalan yang membuat orang-orang menjadi kesulitan di jalan tersebut? Jika kita anggap senyum itu tidak lain adalah reaksi sosial saja, maka itu kurang tepat. Senyum adalah salah satu bentuk dari sedekah kita untuk orang lain.
Diantara sekian banyak manusia mungkin ada yang memberi penghargaan lebih terhadap diri kita. Tapi penghargaan yang Allah berikan ke kita lebih tinggi daripada harga yang ditetapkan oleh manusia. Bahkan tawaran dari Allah nilainya ada yang lebih besar dari harga bumi dan seisinya.
Namun disaat manusia kurang menghargai saya pribadi, adakalanya hati ini kecewa. Jika begitu, langsung saya teringat dengan tawaran Allah tersebut. Ya Allah, betapa kenikmatan di dunia ini terlalu murah jika dibandingkan dengan syurga-Mu. Hamba berdagang kepada-Mu ya Allah... Belilah barang-barangku ini dengan tawaran-Mu yang paling tinggi...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Suka atau Tidak Suka, Kasih Komentar yaaa...