Jumat, 04 September 2009

DESAKU YANG KUCINTA...

Desaku yang kucinta
G D G
Pujaan hatiku
G
Tempat ayah dan bunda
Am D7 G Em
Dan handai tolanku
Am D
Tak mudah kulupakan
G D G
Tak mudah bercerai
G
Selalu kurindukan
C G Em
Desaku yang permai
Am D7 G
(kunci gratis buat Friends yang suka ngejreng-jreng main gitar)

Teringat akan desa saya yang permai... Dimana almarhum mama saya dilahirkan, sekaligus melahirkan 5 anaknya, termasuk saya sendiri. Ingatan tentang kampung halaman itu membetot-betot perasaan saya, menciptakan lagu rindu yang tak cukup terobati jika hanya sekedar telpon, sms atau menatap foto orang-orang tercinta. Ya Allah... andainya hamba bisa memilih, pingiiiin berpenghasilan Qatar, tapi pengeluarannya di kampung saya. He he he.
Rindu saya kepada bapak dan semua saudara, tetangga yang ramah dan tak pudar rasa tolong-menolongnya. Kerinduan terhadap hijaunya kampung halaman tak pernah jemu mata memandang. Subhanallah....
BUMIAYU, adalah kecamatan dimana kampung saya berada. Jika belum tahu tentang Bumiayu, tanya deh sama mas Thukul atau om Parto. Pasti mereka tahu... Hahahah. Cek deh, disini:http://id.wikipedia.org/wiki/Bumiayu,_Brebes
Desa saya termasuk ramai, apalagi dengan dibagunnya Ringroad di sebelah barat daya desa. Bisa dipastikan, kendaraan yang lewat pantura pasti melewati desa saya. Perubahan ini membawa dampak tersendiri buat tatanan sosial di desa kami. Dari yang dulu aman tenteram, menjadi hingar bingar karena deru kendaraan. Belum lagi lalu lalang orang dengan urusan masing-masing. Sebuah terminal baru yang lumayan besar dibangun disebelah utara desa kami. Akibat dari pembangunan besar-besaran itu, penduduk Bumiayu mengalami peralihan dari masyarakat agraris menjadi masyarakat "industri". Dinamis dalam hal budaya, mampu menerima kehadiran pendatang dari luar daerah. Disepanjang jalan bakal ditemui warung-warung baik itu menjual barang sembako atau rumah makan. Bisa dibayangkan hal itu mempengaruhi pendapatan /kapita penduduk Bumiayu.
Namun... saya sebagai penduduk asli Bumiayu sering merasa gamang dengan kemajuan tersebut. Gesekan budaya tak ayal membuat perubahan tersendiri buat masyarakat, terutama para pemuda yang masih gamang dengan identitas diri. Sebutan "kota santri" memang masih melekat. Tapi parodi "kota santri" menjadi "kota santer" mulai merebak. Peredaran narkoba mulai menyentuh anak muda. Ramainya arus ringroad mulai dimanfaatkan untuk menjual jasa esek-esek. Astaghfirullah... Belum lagi warung-warung makan itu sering digunakan sebagai tempat bolos anak sekolah. Semasa awal-awal pembangunan ringroad, sering terjadi kecelakaan yang tak sedikit nyawa melayang. Ah... pembangunan memang dibayar dengan tidak murah....!
Desaku... cintaku tertanam di hijaunya sawah yang membentang....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Suka atau Tidak Suka, Kasih Komentar yaaa...