Sabtu, 04 April 2009

Pilihan Tempat Berbelanja


Assalamualaikum Friends....

Ngemeng-ngemeng, para ibu pada masak apa nih hari ini? Apapun masakannya, semoga bisa menjadi berkah buat semuanya. Dan bagi yang punya kesulitan dalam menentukan menu, moga-moga dibimbing Allah untuk menemukan menu terbaik (halahhh, kayak tersesat dalam mencari jalan kebenaran aja).

Saya suka bingung juga nih. Kalau isi kulkas kosong, saya bingung mau masak apa (ya iyalah, apanya yang mau dimasak). Ujung-ujungnya manfaatin mie instant dulu. Kalau isi kulkas penuh karena habis belanja, saya tetap bingung apa yang harus dimasak karena saking banyak pilihannya. Duhhh, dasar ibu yang enggak kreatif deh saya ini....!

Sekarang saya sedang ingin cerita tentang gimana saya mendapatkan bahan mentah itu. Entah sayur-sayuran, daging-dagingan atau sayur dan daging betulan. Hi hi hi.

Sewaktu saya di Indonesia, untuk kebutuhan dapur selalu belanja di pasar tradisional. Entah itu bumbu-bumbu, sayur, daging, tepung atau minyak. Suasananya hidup banget. Suara bising pedagang yang menawarkan barang plus pembeli yang menawar harga barang, suara ketukan parang yang beradu dengan papan potong yang sedang meng"eksekusi" seonggok daging tak bernyawa itu (ya iya laaah). Belum lagi badan yang tersenggol oleh orang yang lalu lalang karena sesak (catatan: saya hanya menerima senggolan oleh kaum hawa only lho). Kalau di pasar tradisional di daerah saya, sedikiiiit sekali pedagang laki-lakinya. Kecuali mereka yang mendampingi istrinya untuk berjualan. Jadi saya mengambil kesimpulan kalau wanita di daerah saya cendrung mandiri dan mempunyai kontribusi terhadap ekonomi keluarganya. Saya menikmati wajah sederhana mereka. Wajah penuh pengharapan agar dagangannya laku semua. Wajah kesyukuran manakala mendapat untung lebih di hari itu. Ah...memang nadi kehidupan ada disitu.
Saya masih ingat akan kebiasaan mama sewaktu belanja di pasar tradisional adalah tidak pernah menawar harga kepada penjual sayur. Yang menarik, mama malah mengikhlaskan kembalian dari penjual itu. Apalagi cuma seratus-duaratus perak, atau seribuan perak. @ngin kecil bertanya sambil menatap mata beliau"apa mama selalu berbuat begini setiap kali belanja?". Pikir saya kalau terlalu sering melakukannya, jadinya banyak juga uang yang diikhlaskan tuk mereka. Mama tersenyum"ya enggaklah....Itu mama lakukan kalau lagi banyak rizki saja. Dan mama lihat-lihat orang kalau ngasih. Niatnya juga sedekah, Insya Allah enggak rugi", jawab beliau. Dan kebiasaan itu menurun kepada saya.

Jika saya selalu berbelanja di pasar tradisional, bukan berarti saya tidak memantau pasar perkembangan di "ekosistem" lainnya. Contohnya adalah mini market atau supermarket.

Yang saya bicarakan adalah pasal harga barang-barang yang sama baik kwalitas atau jenisnya di pasar tradisional. Jika harga barang, jelas lebih mahal di supermarket. Masalah kelengkapan barang, jelas lebih lengkap di pasar tradisional. Belum lagi kwalitas atau kesegaran dari sayur-sayuran, buah-buahan dan daging-dagingan menurut saya lebih baik pasar tradisional dibandingkan dengan di supermarket. Yang saya tahu, barang-barang berupa sayuran dan buah-buahan itu selalu datang sebelum Shubuh. So, freshhh!.

Kalau masalah kebersihan lingkungan, memang pasar tradisional kalah bersaing. Jika saya belanja di pasar tradisional, saya harus bersiap-siap untuk sedikit mengangkat rok. Atau menahan nafas untuk sementahun eh, sementara waktu. Sebab ada daerah tertentu yang menghasilkan aroma "wangi". Misal di pedagang ikan asin, terasi atau sejenisnya. Belum lagi sampah baik itu berupa sayur/buah yang sengaja dibuang pedagang maupun plastik dan kertas. Bisa kebayang ya, gimana kondisinya kalau habis hujan? Mungkin itulah minusnya pasar tradisional. Dan mungkin faktor keamanan lain, misalnya dikhawatirkan adanya pencopet yang tersembunyi (namanya nyopet ya sembunyi-sembunyi-lah).

Saya tidak "mengharamkan" diri untuk berbelanja di supermarket/mini market. Contohnya untuk kebutuhan semisal sabun, pasta gigi, kosmetik, susu, buku, baju dan masih banyak lagi.
Yang jelas, berbelanja dimana pun adalah pilihan masing-masing, khan Friends? Dan alasan kenapa belanja di tempat yang dia pilih juga adalah haknya masing-masing, khan Friends? Dan untuk belanja kebutuhan gadget terbaru, saya enggak bisa memaksa untuk membelinya di tukang sayur, khan Friends? Halah, pertanyaan yang maksa banget. Memaksa untuk setujuin @ngin, alias memaksa untuk menjawab IYA. Ha ha ha. Udah maksa, ketawa pula. Persis diktator, ya khan Tor? (Maksudnya Tora Sudiro kaleee).
Yang jelas, mari kita selamatkan ekonomi para UKM-ers. Yiiiihhaaaa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Suka atau Tidak Suka, Kasih Komentar yaaa...