Jumat, 10 Desember 2010

Hari yang Aneh

Suatu malam yang mencekam tanpa seorangpun kawan, saya tinggal sendirian di rumah. Tapi tidak benar-benar sendiri ding, ada Dude yang menemani dalam lelapnya (terima kasih Dude sayang..sehingga emBun bisa dengan tenang menulis cerita ini). Suami saya yang setia sedang pergi untuk bertemu gebetan lainnya. Weiiitttss..katanya setia? Tapi kok malah janjian ama gebetan nich...? Gebetan bukan sembarang gebetan.. Tapi dia adalah kawan-kawan yang telah menunggu untuk sekedar bercerita tentang masa depan dan cita-cita.

Di tengah asyiknya kletak-kletuk tuts komputer ini (Maaf Dude kalau dikau terganggu olehnya), terdengar orang mengucap salam. Saya jawab dalam hati karena nggak mungkin dong teriak-teriak sementara orang tersebut diluar pintu gerbang...? Saya pikir itu adalah abang sayang...tapi kok suaranya lain...? Agak ragu-ragu saya mendekati pintu gerbang. Tak lama kemudian terdengar salam dari seorang laki-laki yang memang sangat berbeda suaranya.

"Alaikum salam" jawab saya pelan-pelan sekedar didengar oleh somebody yang diluar sana.

"Ana syurthoh"

(Haaaahhh...sejak kapan Ana Althofunnisa berubah profesi jadi polisi???)

Agak deg-degan juga syyiih...Kok malam-malam "diapelin" polisi.

"Zaujii maafii". Saya bilang seadanya kalau suami lagi enggak ada di rumah. Ya Allah..ada apa nih ya...? Beragam tanda tanya melayang-layang diotakku. Apa karena mobilnya diparkir diatas trotoar ya? Jangan-jangan ada "salam tempel" dari polisi. 300 riyal, 500 riyal atau berapa nih pinalty-nya?

"What is the problem, sir?"

"Ana...ana maafii problem (dicampur-campur gitu bahasanya). But I will call your husband" jawab sang syurthoh dibalik pintu gerbang.

"Oke, you can call my husband. Could you see some numbersthat written on the door sir? Saya pura-pura tenang aja, padahal dag-dig-dug dhuaaarr juga hati ini.

"Ritten mam...What mam...? Nampaknya polisi tersebut minta diulang lagi pertanyaannya.

Lalu saya bilang bahwa ada nomor HP yang ditulis di pintu gerbang dan silahkan dicatat bila memang diperlukan.

"Oke mam. Thank you"

"No problem,sir" Kuberanjak masuk rumah lagi tapi langkahku agak terhenti.

"Yes mam, no problem". Suara polisi itu terdengar lagi.

Hallaaahhh..kirain dia udah pergi. Kok sempat-sempatnya menjawab no problem juga.

Selang beberapa lama, saya telepon suami tercintah untuk memastikan apakah ada yang menelepon beliau.

"Entah tuh dek..Polisi salah alamat kayaknya. Moso' dia nanya, katanya saudara perempuan abang hilang?

Masya Allah...rupanya polisi bisa salam sasaran juga thoooo...Saudara perempuan suami saya semuanya di Indonesia, tidak ada yang ikutan tinggal di Qatar,pak polisiii...

"Apakah polisi itu sebetulnya Vincent Rompies kali ya bang...?"

Hahahaha..kami berdua tertawa lepas sekaligus lega karena ternyata pada akhirnya tidak ada salam tempel di mobil kami...Alhamdulillah...

Betul-betul hari yang aneh.....!

(Jadi Takut Ditinggal Sendirian Dechhh)

KUTERLAMBAT MENYAMBUT CINTANYA

Di dunia ini tak ada yang sempurna. Justru dengan ketidaksempurnaannya itulah, dia menjadi sosok manusia. Tidak ada manusia berwujud malaikat yang mampu dibilang tidak ada cacat cela. Segala yang ada harus disyukuri meski dianya jauh dari apa yang kita harapkan.Selembar kertas diletakkan di atas tanah yang masih merah. Agar aku tidak mengusiknya, sebuah lidi ditancapkan diatasnya. Akupun tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengintip paragraf-paragraf yang tertulis diatasnya. Sebuah surat merah jambu yang masih harum...

"Aku mengenalnya setelah dijodohkan oleh guru mengajiku. Dan kebetulan orangtuaku menyukainya. Maka gayung bersambut.."

Curhatnya suatu sore yang sinar mataharinya semburat oranye, pertanda matahari akan segera turun dari singgasananya.Aku diam saja. Membiarkannya bermain dalam memori yang dalam. Kudengar helaan nafasnya untuk kembali bercerita.

"Istriku mempunyai geng. Diantara kawan-kawan wanitanya tersebut, dia bukanlah yang paling cantik. Bahkan paling biasa saja. Namun senyumnya yang paling luar biasa dari semua kawannya"

Aku bertanya dalam hati, apa maksud dari keluarbiasaan senyum istrinya tersebut.

"Iya...senyumnya kulihat paling tulus. Orang yang dengki kepadanya pun jika melihat senyumnya, maka akan sirna kedengkian dalam hati. Bibirnya tidak semerah mereka yang memoleskan lipstik. Pipinya tidak merona seperti mereka yang memoleskan blush on. Tapi ajaibnya... bibirnya mampu membentuk sebuah senyum yang tulus.Dan pipinya membentuk lesung pipit yang semakin menggambarkan ketulusannya" jelasnya tanpa aku sempat bertanya kepadanya.

Kubayangkan senyum seperti itu memang indah. Jadi teringat artis Cameron Diaz dengan lesung pipit yang membuatnya seperti tersenyum tanpa dibuat-buat.Lalu dia bercerita bahwa betapa indahnya rumah tangga yang dibina. Meski menurut kawan-kawan lelaki itu mengatakan bahwa istrinya tidak pernah terlihat cantik walau sudah berdandan, tapi banyak hal yang tidak mereka rasakan. Kecantikan pribadi yang dia pancarkan setiap saat, yang hanya dinikmati oleh sang suami saja.

"Dia sangat taat kepada perintahku meski terkadang dia juga suka memberi arigumentasi. Namun demi kepuasanku, dia tidak membantahnya.Rumah bersih dan pakaianku selalu rapi. Dengan orangtuaku dan saudaraku, dia juga akrab dan hormat"

Kuimajinasikan lewat ceritanya bahwa sang istri begitu lembut tutur katanya dan pandai mengatur keuangan. Ditengah-tengah bulan saat kawan-kawannya mencari hutang kesana-kemari, sang istri masih memiliki uang belanja ekstra. Bahkan akhir bulan, dirinyalah yang sering dimintai pertolongan untuk menutupi kebutuhan kawan-kawanya. Sepertinya wanita itu mendekati sempurna. Wanita yang pandai menghargai kerja keras suami diluar sana.Memang luar biasa. Kuhembuskan sedikit udara ke wajahnya. Tiba-tiba lelaki itu berubah seperti sedikit mengeluh.

"Tapi sejak terapi untuk medapatkan anak, tubuhnya menjadi sangat subur. Apalagi wajahnya yang kian banyak ditumbuhi jerawat batu. Terus terang, aku tidak suka dengan perempuan yang terlalu gemuk. Dan juga, tidak mau kalau istriku jerawatan"

Kali ini, kutampar wajahnya. Bukankah dia adalah pendamping yang nyaris sempurna yang dengan teliti melayani kebutuhan dan menuruti nafsu kepemimpinan seorang lelaki sepertimu? Dan itu sangat-sangat cukup untuk menjadi alasan agar dicintai dan diromantisi. Namun lelaki itu tidak marah ketika aku memiliki pemikiran begitu. Justru yang ada adalah wajah yang tiba-tiba berubah malu, bersemu merah.

"Yang tidak dapat aku lupakan adalah ucapan-ucapan cintanya. Disela-sela kesibukanku, dia sering mengirim sms cinta yang membuat aku semangat. Sering juga menulis di Wall facebook-ku dengan kalimat-kalimat yang menyanjungku. Sampai kawan-kawan iri dengan pujiannya. Padahal perhatianku padanya biasa saja..."

Air mata... Ya, air mata menitik di kedua matanya. Kemudian mengalir ke sudut hidung dan berhenti di sudut bibir. Kuusap halus air matanya agar menguap.

"Aku mungkin sering membuatnya sedih. Setiap sms cinta yang dia kirim tak pernah kubalas. Paling aku balas dengan pertanyaan: sudah masak apa belum? Atau: rumah sudah rapi khan? Pakaian kerjaku sudah licin khan?... Harusnya aku membalas dengan hal yang sama, I Love You Much..."

Aku mengiyakan saja. Aku dapat merasakan -mungkin- betapa kecewa wanita itu jika ucapan-ucapan cintanya tidak ditanggapi. Bukankah cinta juga harus diverbalkan? Diucapkan untuk lebih memantapkan perasaan dan kepuasan jiwa. Lelaki sering mengabaikan hal ini, sedang wanita -istri kita- sangat membutuhkan kalimat cinta dari suaminya meski mengucapkannya sambil menulis sms atau sambil mencukur kumisnya. Tidak harus disampaikan dibarengi dengan sekuntum bunga yang harum atau sebatang coklat yang lezat.Kumainkan sedikit rambutnya begitu pula ujung dasinya. Nyatanya, air mata malah tambah bercucuran seakan air hujan mulai turun dari langit. Aku bingung, apakah usikanku terlalu keras buatnya sehingga dia tersinggung?

"Bodohnya aku....! Dan mungkin aku adalah lelaki yang paling berdosa kepadanya...!"

Haiii... kenapa dengan lelaki yang menyalahkan diri sendiri itu?

"Ribuan kata-kata cinta tak pernah satupun aku balas kecuali pada saat anniversary pernikahan kami. Iya, hanya sekali saja ucapan cintanya aku balas. Itupun tanpa diiringi oleh kecupan hangat. Aku memang tidak romantis. Aku memang tidak pandai meluahkan cinta. Yang aku lakukan hanyalah bekerja dan bekerja hingga kami bisa melunasi rumah yang cicilannya 10 juta perbulan itu."

Kupikir, dia laki-laki yang cukup bertanggungjawab. Kunilai dari ceritanya bahwa meski istrinya tidak secantik istri kawan-kawannya, dia tetap membawa sang istri ke acara-acara resmi kantornya. Memenuhi kebutuhan sang istri tanpa kurang suatu apapun. Selalu membawanya ke orang tua sang istri atau saudara-saudaranya jika rasa rindu melanda.

Air mata itu tetap deras mengalir ke ujung dagunya kemudian jatuh ke kemeja krem. Aku jadi tidak berani bergerak. Sementara matahari sudah sepertiganya tenggelam. Semburat orange berubah menjadi jingga, pertanda malam akan segera menyelimuti area itu.

"Sampai peristiwa tragis itu terjadi, aku tidak juga membalas sms cintanya yang beruntun. Kuingat beberapa isinya adalah:

--- Cintaku yang perkasa... sudah selesai apa belum rapat perebutan tendernya? Semoga sayangku menang ya..."

Beberapa isinya adalah rayuan ringan:

--- Nina ingiiin nanti sayangku yang pilih bajunya ya. Pasti sangat cocok kalau Nina pakai"

--- Kutunggu kepulangan sayangku dengan segelas green tea dan risoles basah ya sayang... Jangan sampai telat. Jaga kesehatannya"

Dan puluhan sms dalam sehari itu tidak dia balas kecuali dengan dua huruf, YA atau OK. Dirinya tak habis pikir, seakan-akan istrinya tidak ada hari lagi untuk mengucapkan cinta. Hingga pukul 10 malam sang istri menelepon dirinya. Menanyakan apakah akan segera pulang atau masih lama di kantor. Sang istri akan membeli beberapa minuman ringan kesukaan lelaki itu. Nanti Nina belikan jus apel dan jambu ya... di minimarket kompleks aja sayang, nggak jauh-jauh.... Pamit sang istri lewat telepon.

Betapa gembiranya lelaki itu. Dia ingin memberi kejutan bahwa dia baru saja mendapatkan tender yang seperempat keuntungan bisa digunakan untuk melunasi rumah luxnya. Ingin dia mengucapkan jutaan terima kasih yang berkat selaksa doa sang istri, dia sering berhasil dalam pekerjaannya. Saking terburu-burunya dia sempat tersandung karpet ruang kerjanya. Satu dua rekan kerjanya heran melihat tingkah lelaki itu. Kunci mobilnya terpelanting jauh ke depan sehingga dia harus merangkak untuk meraihnya kembali. Rasanya sangat lucu kalau ada seorang lelaki dewasa yang jatuh karena tersandung. Entah kenapa, air matanya menitik saat itu. Apa karena terharu sebab telah memenangkan proyek yang besar atau karena telah jatuh, atau merasa lucu saja...?

Lelaki itu berhenti meneruskan ceritanya. Ada sedu sedan di suaranya. Bibirnya bergetar hebat. Tangannya mencengkeram sejumput tanah di hadapannya.

"Iya... aku lelaki yang sangat bodoh. Yang tidak mampu membalas cinta kasih istri meski hanya dengan ucapan saja. Aku tidak menyadari betapa aku sering mengabaikan hatinya. Aku tidak pernah berlaku romantis. Aku tidak pernah gantian memberinya semangat untuk mengerjakan pekerjaan rumah .. Bahkan ketika dia sedang menjalani terapi untuk hamil, aku jarang menanyakan sampai dimana perkembangannya. Padahal dia berusaha untuk bisa mengandung anakku sendiri..."

Kalau aku mampu bicara, aku akan memarahi lelaki itu. Sungguh karena sifat cueknya, dia melalaikan perhatian-perhatian kecil untuk sang istri tercinta. Aku tetap sabar menunggu cerita selanjutnya. Matahari makin tenggelam, tinggal sinar merah jingga tersisa di langit barat.

"Belum lima menit aku menyetir, tiba-tiba istri menelpon. Tapi HP-ku kutaruh disaku celana dan aku kesulitan untuk segera mengeluarkannya. Mendadak mesin mobilku mati. Itu membuatku sangat deg-degan. Belum lagi klakson yang menjerit dari berbagai arah membuatku sangat panik..."

Aku kembali memberi angin segar agar pikirannya sedikit dingin. Air mata tetap menetes deras, membulir di sudut bibir dan lari ke dagunya. Lelaki itu balas menelepon istrinya. Namun alangkah terkejutnya ketika yang mengangkat HP tersebut bukan sang istri, melainkan suara seorang lelaki yang katanya adalah tukang parkir minimarket. Suaranya terdengar cemas diantara rintik hujan ketika itu. Lelaki berkemeja krem itu tidak melanjutkan ceritanya padaku. Tangannya digenggam keras, memukul-mukul paha dan kemudian berlutut di tanah yang basah merah.

"Aku menyesaaal...benar-benar menyesal tidak sempat membalas cintanya. Istriku, maafkan aku... Ninaku sayang.. maafkan abang. Sinar hidupku, kenapa cahayamu lebih dahulu padam?"

Lelaki itu berteriak ditengah matahari yang sudah benar-benar tenggelam. Alam sudah mulai sepi. Burung-burung senja kembali ke sarangnya. Hanya beberapa kelelawar terbang merendah mencari makanan di bumi. Pipi lelaki itu basah dan menyentuh tanah. Remah-remah tanah menyatu dengan wajahnya, seakan ingin ikut dibawa olehnya.

Aku juga ingin sekali menangis, tetapi itu berarti aku akan membuyarkan taburan bunga wangi diatas kuburan yang baru itu. Sebujur jasad wanita yang sangat banyak pelayatnya itu terbaring tenang di situ. Taburan bunga berwarna rupa dan harum semerbak menghiasinya, seakan seperti permadani yang mengalasinya. Lelaki itu masih menangis tersedu-sedu. Memelas kepada Allah agar dibangunkannya kembali sang istri. Berjanji untuk mengucapkan cinta terlebih dahulu sebelum sang istri yang membuka bibirnya. Memohon agar waktu bisa diputar kembali pada saat sang istri mengirim sebuah sms, maka dia akan membalasnya dengan ratusan sms yang serupa. Mencium keningnya setiap sang istri selesai melayani seluruh kebutuhannya. Memberinya ucapan terima kasih setelah membantu pekerjaannya. Ahhhh....sejuta penyesalan tak akan merubah Allah untuk membangunkan jasad yang telah terkubur pagi tadi. Dan lelaki itu tenggelam dalam kuburan penyesalan yang teramat dalam. Kecelakaan yang dahsyat telah merenggut nyawa orang terkasihnya setelah membeli minuman kesukaan lelaki itu di minimarket kompleks.Aku tak tahan melihat dia berputus asa. Aku harus membangunkannya sebelum dia sadar kalau hari sudah gelap. Tidak ada seorang manusiapun yang masih berada di area pekuburan ini.

Aku menggeliat keras, menampar pipinya sehingga membuatnya tersadar bahwa azan maghrib sudah menggema dari kampung sebelah. Lelaki yang masih berurai air mata itu bangun dari gundukan kuburan sang istri. Mataku terpaku pada sepucuk surat merah jambu yang harum itu. Sungguh aku ingin sekali menangis mengetahui kisah cinta yang tragis tersebut. Seorang lelaki yang terlambat menyambut cinta sang istri. Seketika tersadar ketika sang istri sudah terbaring kaku di dalam kubur. Sesal kemudian tidak ada gunanya...

Lelaki berkemeja krem itu sudah menjauh dari pandanganku. Aku mengejarnya. Aku ingin mengucapkan betapa aku juga ikut merasakan kepedihan yang dia alami. Kuberlari kencang ke arahnya hingga pucuk-pucuk daun kamboja bergoyang. Beberapa bunganya gugur diterpa lariku. Aku terlambat. Aku terhempas kebelakang ketika pintu mobil telah ditutup oleh lelaki yang tengah bersedih itu. Aku hanya termangu. Aku tidak bisa berteriak karena aku hanyalah sebarang angin ciptaan Allah. Aku berjanji, jika dia datang menziarahi kubur sang istri... aku akan menghiburnya dengan angin sepoi-sepoi yang menyejukkan.

----

Istriku...Jika cinta itu harus diucapkan

maka bibirmu tidak akan sempat mengucapkannya

karena aku terlebih dahulu sejuta kali menyebutnya

Istriku...Jika cinta itu harus diwujudkan dengan kecupan

Maka tidak ada tempat yang luput dari kecupanku kepadamu

I

striku...Jika cinta itu harus dibuktikan dengan romantisme

Maka aku akan membuatmu bersemu merah setiap hari

Dan jika cinta itu memerlukan pengorbanan

Maka aku adalah lelaki yang akan menghabiskan segala yang kupunyai

Untuk dikorbankan untukmu demi yakinmu akan cintaku

----

Dan aku sang angin benar-benar menangis membaca puisi di atas sepucuk surat cinta yang berwarna merah jambu yang harum baunya itu. Tititk air mendengar tangsiku, berduyun-duyun jatuh kebumi memenuhi panggilanku. Hujan rintik-rintik mengawali malam yang kelam... Sekelam hati lelaki yang berkemeja krem tadi.